Sabtu, 25 Februari 2017

Ada Surga Sebelum Surga






Ada Surga Sebelum Surga

Oleh: Kang Aswan

Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun

~Imam Adz-Dzahabi~


Saya punya sebuah cerita. Cerita tentang teman saya sendiri. Teman saya ini adalah seorang pemuda yang bisa dibilang sukses dalam dunia bisnis. Tawaran proyek ada dimana-mana. Pergi keluar kota sudah menjadi rutinitasnya. Dan saya bangga mempunyai teman sepertinya. Dengan kejayaannya saat ini, ia juga tidak sombong apalagi pelit. Dia menjadi donatur tetap dipesantren-pesantren, panti asuhan, sampai panti jompo.

Namun, suatu ketika, saat saya sedang bersamanya dalam sebuah pertemuan, tiba-tiba handponenya bergetar tanda panggilan masuk. Kelihatannya ia tak menghiraukan gataran handpone itu. ia terlihat masih asyik membahasa kerjasama bisnis dengan klaiennya.

“Kawan, handpone kamu bunyi.” Kataku mengingatkan.

“Sudah biarlah, kawan. Ini penting untuk bisnis kita.” Jawabnya acuh.

Selang beberapa menit handpone itu kembali bergetar.

“Kawan, kau angkatlah dulu sebentar handponemu, siapa tahu ada hal yang penting!”

“Sudahlah, paling-paling juga Pak RT mau minta sumbangan.”

Seketika handpone itu mati. Tapi tak ada sepuluh menit handpone itu kembali bergetar.

“Handponemu ini getar lagi.” Ketiga kalinya saya mengingatkan.

Kali ini dia tidak menjawab.

Dengan rasa penasaran, siapa yang sendari tadi menelpon kawan saya ini. akhirnya saya beranikan diri untuk melihat handponenya. Saya genggam handpone itu, dan terlihat dilayar kaca bertuliskan IBUNDA. Saya angkat panggilan itu. terdengar suara lirih dengan batuk yang mengiringi.

Assalamu’alaikum, Nak... akhirnya kamu mengangkat telpon ibu.. Nak, ibu rindu dengan kamu, ibu ingin bertenu dengan kamu, ibu ingin mendengar canda dan tawa kamu, dan ibu ingin melihat kamu makan masakan ibu.. kalau kamu sudah tidak sibuk, sudi kiranya kamu mampirlah ke rumah ibu ya Nak! Ibu akan masak makanan kesukaanmu....

Belum sempat saya berbicara, handpone sudah dimatikan. Entah karena pulsanya habis, jaringan buruk, atau sengaja diakhiri saya tidak tahu. Yang jelas suara lirih dan berat itu tak kembali terdengar.
Lalu, kawan saya tadi sudah selesai dengan meetingnya. Dan dia menghampiriku.

“Mana handpone saya, kawan?”

Saya memberika handponennya. Belum sempat handpone ada digenggamannya, handpone itu kembali bergetar. Saya sempat melihat layar dan kali ini bukan telpon dari ibunya, tapi dari istrinya.

“Siapa lagi yang telpon, kawan?”

“Istrimu.”

Dia mengangkat telpon itu dan saya berjalan keluar. Belum jauh saya keluar, saya mendengar tangisan sedu sedan dari dalam ruangan tadi. Saya kembali masuk, suara itu begitu pilu penuh penyesalan. Seperti tak ada manusia yang paling sengsara kecuali manusia yang menangis begitu terdengar menyakitkan. Saya mencari suara tangisan pilu itu. betapa kagetnya saya ternyata yang menangis itu adalah kawan karib saya. Sambil duduk tak berdaya ia menangis penuh penyesalan. Jas yang begitu rapi kini kusut kumal. Dasi yang tadi indah menggelayut dileher kini hanya terhempas pasrah dilantai. Tak berdaya seperti tuannya.

“Apa yang terjadi, kawanku? Kenapa kau menangis begitu pilu?” tanyaku begitu panik.

Ia menatapku begitu dalam. Seperti ada kata yang ingin diucapkan tapi tenggorokannya serasa tersumbat oleh pasir bagaikan Fir’aun yang tersumbat pasir Jibril. Mulutnya terbuka tapi tak bersuara. Hingga pada akhirnya ia mengatakannya juga.

“I.i.i ibu.. ibu meninggal.”

“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.”

***

Sahabat/rekan/teman/kawan. Ibu adalah malaikat bagi anak-anaknya.

Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun..

Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya..

Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu..

Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu daripada dirinya serta makanannya..

Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu..

Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu..

Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras..

Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik..

Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan..

Tatkala ibumu membutuhkanmu disaat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu..

Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar..

Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan..

Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu daripada ibumu..

Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat..

Berat rasanya atasmu memelihara padahal itu adalah urusan yang mudah..

Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek..

Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu..

Padalah Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut..

Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu..

Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin..

Akan dikatakan kepadanya,

“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)

Sesungguhnya surga ada di bawah telapak kaki ibu.

Singaraja, 25 Februari 2017

Aku sayang ibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar