Tuhan
Kecil Membunuh Tuhan Besar
Oleh:
Kang Aswan
“Di manakah Tuhan?... Kuberi tahu
kalian! Kita telah membunuhnya, kau dan aku. Kita semua adalah pembunuh.”
Nietzsche,
The Death of God, dalam “The Madman”
Terkesan liberal bahkan
radikal. Dan dianggap tak waras mungkin. Tapi inilah kenyataanya. Banyak
tuhan-tuhan kecil telah membunuh Tuhan Besar. Jangan berpikir kalau Tuhan Besar
bisa terbunuh. Tuhan Besar tidak mungkin terbunuh. Maksud dari terbunuh adalah
terlupakan, tercampakan, tak dipatuhi, tak ditaati, didurhakai, didustakan,
dilecehkan.
Seperti tulisan
Friedrich Nietzsche (1844-1900) Si
Pembunuh Tuhan, penulis dan filsuf besar Jerman yang mempengaruhi banyak
penulis dan filsuf besar abad ke-20. “Tuhan sudah mati” tidak boleh ditanggapi
secara harfiah, Nietzsche mengatakan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak lagi
mampu untuk berperan sebagai sumber dari semua aturan moral atau teologi.
Kematian Tuhan, kata
Nietzsche, akan membawa bukan hanya kepada penolakan terhadap keyakinan kosmis
atau tatanan fisik tetapi juga kepada penolakan terhadap nilai-nilai mutlak itu
sendiri.
Timbul pertanyaan,
adakah Tuhan selain Tuhan Besar?
Perumusan kalimat
Persaksian (Syahadat) Islam yang
kesatu : Tidak ada Tuhan selain Allah mengandung
gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan “tidak ada Tuhan”
meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan “selain Allah”
memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu
dimaksudkan agar manusisa membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan
yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar
manusia hanya tunduk kepada Ukuran Kebenaran dalam menetapkan dan memilih
nilai-nilai. Ada tuhan kecil dan ada Tuhan Besar.
Di abad ke-21 ini
perubahan memang sangat cepat. Multi-dimensi. Tak dapat ditebak, tak dapat
direka dan tak dapat dicipta. Seakan-akan manusia tidak lagi membutuhkan Tuhan
Besar dalam setiap hembusan nafasnya. Tuhan Besar kian lama kian terasa jauh
dari jangkauan manusia. Manusia terlalu sibuk. Manusia terlalu banyak alibi.
Manusia terlalu asyik dengan tuhan kecil. Seakan-akan tuhan kecil membunuh
Tuhan Besar.
Teknologi. Ya,
teknologi adalah tuhan kecil. Pada beberapa dekade terakhir ini memang telah
menunjukkan perkembangan teknologi yang amat cepat. Kurun waktu antara teori
dan penerapan terasa semakin pendek. Kemajuan teknologi memang telah terbukti
banyak membantu mengangkat manusia dari kesulitan dan kemiskinan. Namun
teknologi juga membawa kehancuran moral.
Francis Scheffer mengatakan
bahwa dua hal yang menandai era saat ini adalah ledakan ilmu dan teknologi
serta kehancuran moral. Menurutnya, bukanlah suatu hal kebetulan bila dua hal
tersebut terjadi secara simultan. Dua hal tersebut saling berkaitan.
Perkembangan teknologi sering mengubah nilai moral manusia dan masyarakat
secara drastis. Perkembangan teknologi akan terus berlangsung dan dampaknya
tidak mungkin di bendung.
Kekaguman manusia
terhadap teknologi (tuhan kecil) telah membuat manusia semakin agung dan Tuhan
Besar semakin tak berarti dimata para pengagum dan penikmat hasil teknologi.
Namun demikian tetap harus dicatat bahwa alam semesta yang diciptakan Tuhan
Besar memiliki nilai, jauh di atas produk teknologi yang secanggih apapun.
Dengan kemajuan
teknologi dibidang informasi telah
memungkinkan diatasinya kesulitan komunikasi manusia dan masyarakat antar kota,
antar pulau, bahkan antar benua dengan produk teknologi seperti telepon, fax,
komputer ataupun audiovisual.
Tetapi kemajuan
beberapa produk teknologi dibidang komunikasi ini melahirkan dampak-dampak
negatif terhadap masyarakat. Kehidupan moral seperti ide-ide pornografi,
kekejam dan sadistis dapat disalurkan dan dinikmati melalui audiovisual,
komputer, internet dan lain-lain secara sempurna. Kenyataan ini telah memberika
model-model kriminalitas dalam masyarakat, sehingga mereka didorong melakukan
hal yang sama. Sehingga bukanlah hal yang mustahil bila masyarakat memasuki
“nilai-nilai” yang disesuaikan dengan teknologi yang ada.
Contoh kasus kecil yang
terjadi saat ini. ketika kita bangun tidur, bukan mengucapkan syukur kepada
Tuhan Besar atas diberikannya kesempatan untuk melihat dunia sekali lagi, tapi handpone-lah (tuahan kecil) yang dicari.
Dibawa kemana-mana, tak pernah lupa, tak pernah jauh, dan tak akan pernah
dicampakan. Apa yang diperintahnya selalu dituruti.
Dari contoh ini bisa
disimpulkan bahwa kemajuan teknologi telah dan akan terus mengubah etika
kehidupan manusia dan masyarakat.
Mengenai fenomena
semacam ini Rasulullah telah jauh hari mengingatkan manusia bahwa kiamat
sebelum datang menghampiri jagad raya ini maka akan dinampakkan pada kita
tanda-tandanya yang berupa tanda yang kecil dan juga yang besar. Dan salah satu
tanda kiamat kecil menurut Rasulullah adalah banyak “Budak melahirkan Tuannya”.
Seperti wanti-wanti Allah, “... ada juga
di antara manusia yang mengambil selain dari Allah (untuk menjadi)
sekutu-sekutu (Allah), mereka mencintainya, (memuja dan menaatinya) sebagimana
mereka mencintai Allah; sedang orang-orang yang beriman itu lebih cinta (taat)
kepada Allah. Dan kalaulah orang-orang yang melakukan kezaliman (syirik) itu
mengetahui ketika mereka melihat azab pada hari akhirat kelak, bahwa
sesungguhnya kekuatan dan kekuasaan itu semuanya tertentu bagi Allah, dan
sesungguhnya Allah Maha berat azab siksaNya, (niscaya mereka tidak melakukan
kezaliman itu)”. (Surat Al-Baqarah [02] : 165).
Sulit memang ketika
kita ingin sekedar menyadarkan sesuatu yang sudah menjadi candu dan menjadi
suatu kebutuhan primer tak lagi sekunder apalagi tersier. Tidak bisa mencegah
tapi setidaknya bisa meminimalisir fenomena tuhan kecil membunuh Tuhan Besar.
Ilmu pengatahuan adalah
alat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran. Dengan menggunakan
intelegensinya dan dengan bimbingan oleh hati nuraninya, manusia dapat
menemukan kebenaran-kebenaran tanpa harus menyalahkan dan tanpa harus menuhankan
tuhan kecil lantas membunuh Tuhan Besar. Jadi ilmu pengetahuan adalah
persyaratan dari amal shaleh. Hanya mereka yang dibimbing oleh ilmu pengetahuan
dapat berjalan di atas kebenaran-kebenaran yang menyampaikannya kepada
kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tidak hanya ilmu
pengetahuan yang dapat membentengi diri dari fenomena tersebut. Manusia juga
harus mempunyai iman dan taqwa. Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau
iman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan keinginan mendekat serta kecintaan
kepada-Nya, yaitu taqwa. Iman dan taqwa bukan nilai yang statis dan abstrak.
Nilai-nilai itu memancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi
kemanusiaan atau amal shaleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika
tidak disertai dengan usaha dan kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan
prikehidupan yang benar dalam berperadapan dan berbudaya.
Maka dari itu, jangan
biarkan tuhan-tuhan kecil membunuh Tuhan Besar.
Singaraja,
11 Februari 2017
Nilai-nilai
Dasar Perjuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar