Rabu, 08 Februari 2017

Puisi Yang Tak Pernah Terbacakan





Puisi Yang Tak Pernah Terbacakan
Oleh: Kang Aswan

Puisimu itu tak akan pernah terbacakan, karena sebenarnya puisimu hanya ingin kau bacakan pada dirimu sendiri. Kamu ingin berdiskusi dan membacanya dengan angin, dengan siluet cahaya yang jingga, dengan wangi sebelas tangkai mawar yang kau petik dikebun tetanggamu, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam. Tentang dia.

Dia, yang tak pernah kamu mengerti. Dia, yang hanya hadir sebentar lalu pergi entah kemana. Dia, yang kamu reka dan kamu cipta.

Ini semua tentang kamu, puisimu yang tak terbacakan dan tentang dia. Kalau saja hidup tidak berevolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa tertanggu. Akan tetapi hidup ini cair. Semesta ini bergerak. Aristoteles berkata, Adanya perubahan karena adanya pergerakan, dan yang menggerakkan adalah sesuatu yang abstrak, in materi yang lebih dari apa yang digerakkan.

Ada pertemuan pasti ada perpisahan. Ada cinta pasti ada sakit hati.

Di meja itu, kamu dikelilingi tulisan tanganmu yang tersia-sia. Jangan heran kalau kamu menangis sejadi-jadinya.

Dia, yang tak pernah menyimpan tulisanmu, apalagi gambar rupamu, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras.

Dan kamu hanya bisa berbagi kesedihan itu, ketidakrelaan itu, kelemahan itu, puisi itu, dengan bunga mawar yang mulai layu, dengan nyamu-nyamuk yang putus asa, dengan malam yang pasrah digusur pagi, dengan embun yang diusir cahaya matahari, dan dengan jam yang berhenti berdetik karena kehabisan daya.

Pada bagian terakhir bait puisimu, kamu yakin dia akan paham, atau setidaknya setengah memahami, betapa sulitnya perpisahan dengan dirinya pada hari itu. setidaknya semalam sebelum perpisahan seharusnya puisi itu sudah terbacakan.

Mungkin, suatu saat, ketika situasi dan kondisi memberikanmu kesempatan, apakah kamu yakin puisi itu tetap akan terbacakan, dan dia akan mendengarkannya? Atau bahkan memahami setiap baitnya? Lalu dia akan tersenyum, dan berteriak histeris memanggil namamu, dan kamu akan keluar dari rasa kebosananmu selama ini?

Kamu, yang merasakan apa yang aku rasakan. Yang mendamba untuk mengalami. Kamu, yang telah menuliskan puisi-puisi cinta kepadanya. Puisi-puisi yang tak pernah terbacakan.

Tuban, 07 Februari 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar