Cintaku Tersurat Dalam Bait Puisi
Oleh:
Kang Aswan
Dalam
suatu pertemuan laki-laki dan perempuan tak jarang meninggalkan benih-benih
cinta. Ada yang terungkapkan dan ada
juga yang terpendam. Ada yang terungkapkan lalu tak terbalaskan dan ada juga
yang tak terungkapkan sama sekali, hanya bikin sakit hati berkepanjanngan.
Malam
itu malam terakhir. Aku ingat jelas itu. kawan-kawan sedang bergembira
melantunkan lagu-lagu perpisahan dengan diiringi oleh petikan gitar tua.
Senar-senar gitar itu berbunyi ritmis. Jari-jari piawai telah berhasil
memainkannya.
Hari
semakin malam. Langit pekat tak berbintang. Ya, hujan turun sendari tadi tak
kunjung berhenti. Tentu saja udara tanah Ciung Wanara begitu dingin. Baju
lengan panjangku pun tak sanggup menahan angin nakal yang menyeruak masuk
membelai dingin kulitku. Aku termangu. Gelisah dan merana malam itu. tak tahu
apa sebabnya, dan tak tahu apa obatnya. Yang jelas aku tak ingin berpisah
dengannya.
Dengannya?
Siapa? Itu masalah dalam hati. Denganya dan siapa menjadi persoalan. Dan satu
lagi, pantaskan aku suka padanya? Padanya lagi, padanya siapa? Yang jelas
padanya yang telah membuat hari-hariku ceria. Membuat hari-hariku berwarna dan
membuatku jatuh cinta pada akhirnya.
Berawal
dari tatap. Kata-kata bijak mengatakan, dari
mata turun kehati. Itu bisa juga. aku tidak tahu apa alasan yang kongrit
untuk menjawab kenapa aku suka padamu. Karena itu semua datang secara tiba-tiba
dan tak tahu darimana datangnya. Dan aku tidak tahu apa itu namanya. Apakah itu
yang disebut cinta?
Kau
orang yang sederhana. Aku bicara terus terang dan memahami hal-hal sederhana.
Ini pertama kalinya aku membenturkan hati dan pikiranku. Sepanjang malam aku memikirkan cara untuk mengungkapkan
perasaanku padamu, dan memberitahumu bahwa aku sangat menyukaimu dan jika kau
berpikir sama sepertiku, maka “mari sama-sama berkomitmen”. Dan kita hidup bersama, seperti acara LK II
kemarin. Tetapi pikiranku berkonflik
dengan hatiku. Hatiku ingin mengungkapkan tapi pikiranku bilang tidak. Kau
terus membangun kepercayaan diriku dan kemudian ketika kita sampai saat-saat
perpisahan kau merubah seluruh kisah.
Kau
pasti bertanya-tanya mengapa aku mengatakan semuanya sekarang ini. Tolong
jangan salah. Aku mengerti kau milik orang lain. Dan tidak ada diantara kita. Tidak
akan pernah bisa. Tapi bagaimana pun kapan pun bila kau butuh teman, hanya
ingat bahwa ada seorang laki-laki melintas perbatasan yang akan memberikan
hidupnya untukmu.
“Ayo
pergi,” katamu. Kita semua pergi. Meninggalkan memori-memori yang tercecer.
Semoga
kau bahagia.
“Hati-hati
, aku mendapat kesan bahwa kau telah jatuh cinta padanya,” celetuk salah
seorang kawanku.
“Apa
itu cinta aku tidak tahu. Tapi ya, dari dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin
melihat tangisan dimatanya. Membuatnya selalu tersenyum. Jika itu yang kau
sebut cinta, maka itulah cinta,” jawabku ngelantur.
Aku
duduki anak tangga yang basah karena hujan itu. aku merogoh saku bajuku.
Terdapat kertas usang yang bertulisakan puisi. Ada niat untuk membacanya, tapi
tak ada keberanian untuk membuktikannya.
Hanya
untuk dua momen. Dan kemudian kau berjalan pergi, aku pun juga pergi. Hanya
untuk dua momen, kisah cintaku tumbuh. Apakah itu benar kamu, atau hanya cahaya
matahari. Apakah itu kamu, atau hanya bunga yang mekar. Apakah itu kamu, apa
hanya impianku. Apakah itu kamu, atau hanya awan kebahagiaan. Apakah itu kamu
atau aku hanya menemukan dunia baru yang indah.
Cintaku
hanya tersurat dalam bait-bait puisi.
Tuban,
4 Februari 2017
Antara Singaraja, Tuban &
Ciamis

Tidak ada komentar:
Posting Komentar