Rabu, 08 Februari 2017

Cintaku Tersurat Dalam Bait Puisi




Cintaku Tersurat Dalam Bait Puisi
Oleh: Kang Aswan

Dalam suatu pertemuan laki-laki dan perempuan tak jarang meninggalkan benih-benih cinta.  Ada yang terungkapkan dan ada juga yang terpendam. Ada yang terungkapkan lalu tak terbalaskan dan ada juga yang tak terungkapkan sama sekali, hanya bikin sakit hati berkepanjanngan.

Malam itu malam terakhir. Aku ingat jelas itu. kawan-kawan sedang bergembira melantunkan lagu-lagu perpisahan dengan diiringi oleh petikan gitar tua. Senar-senar gitar itu berbunyi ritmis. Jari-jari piawai telah berhasil memainkannya.

Hari semakin malam. Langit pekat tak berbintang. Ya, hujan turun sendari tadi tak kunjung berhenti. Tentu saja udara tanah Ciung Wanara begitu dingin. Baju lengan panjangku pun tak sanggup menahan angin nakal yang menyeruak masuk membelai dingin kulitku. Aku termangu. Gelisah dan merana malam itu. tak tahu apa sebabnya, dan tak tahu apa obatnya. Yang jelas aku tak ingin berpisah dengannya.

Dengannya? Siapa? Itu masalah dalam hati. Denganya dan siapa menjadi persoalan. Dan satu lagi, pantaskan aku suka padanya? Padanya lagi, padanya siapa? Yang jelas padanya yang telah membuat hari-hariku ceria. Membuat hari-hariku berwarna dan membuatku jatuh cinta pada akhirnya.

Berawal dari tatap. Kata-kata bijak mengatakan, dari mata turun kehati. Itu bisa juga. aku tidak tahu apa alasan yang kongrit untuk menjawab kenapa aku suka padamu. Karena itu semua datang secara tiba-tiba dan tak tahu darimana datangnya. Dan aku tidak tahu apa itu namanya. Apakah itu yang disebut cinta?

Kau orang yang sederhana. Aku bicara terus terang dan memahami hal-hal sederhana. Ini pertama kalinya aku membenturkan hati dan pikiranku. Sepanjang malam  aku memikirkan cara untuk mengungkapkan perasaanku padamu, dan memberitahumu bahwa aku sangat menyukaimu dan jika kau berpikir sama sepertiku, maka “mari sama-sama berkomitmen”.  Dan kita hidup bersama, seperti acara LK II kemarin. Tetapi  pikiranku berkonflik dengan hatiku. Hatiku ingin mengungkapkan tapi pikiranku bilang tidak. Kau terus membangun kepercayaan diriku dan kemudian ketika kita sampai saat-saat perpisahan kau merubah seluruh kisah.

Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku mengatakan semuanya sekarang ini. Tolong jangan salah. Aku mengerti kau milik orang lain. Dan tidak ada diantara kita. Tidak akan pernah bisa. Tapi bagaimana pun kapan pun bila kau butuh teman, hanya ingat bahwa ada seorang laki-laki melintas perbatasan yang akan memberikan hidupnya untukmu. 

“Ayo pergi,” katamu. Kita semua pergi. Meninggalkan memori-memori yang tercecer.
Semoga kau bahagia. 

“Hati-hati , aku mendapat kesan bahwa kau telah jatuh cinta padanya,” celetuk salah seorang kawanku.

“Apa itu cinta aku tidak tahu. Tapi ya, dari dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin melihat tangisan dimatanya. Membuatnya selalu tersenyum. Jika itu yang kau sebut cinta, maka itulah cinta,” jawabku ngelantur.

Aku duduki anak tangga yang basah karena hujan itu. aku merogoh saku bajuku. Terdapat kertas usang yang bertulisakan puisi. Ada niat untuk membacanya, tapi tak ada keberanian untuk membuktikannya.

Hanya untuk dua momen. Dan kemudian kau berjalan pergi, aku pun juga pergi. Hanya untuk dua momen, kisah cintaku tumbuh. Apakah itu benar kamu, atau hanya cahaya matahari. Apakah itu kamu, atau hanya bunga yang mekar. Apakah itu kamu, apa hanya impianku. Apakah itu kamu, atau hanya awan kebahagiaan. Apakah itu kamu atau aku hanya menemukan dunia baru yang indah.
Cintaku hanya tersurat dalam bait-bait puisi.

Tuban, 4 Februari 2017
Antara Singaraja, Tuban & Ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar