Oleh: Jaswanto*
Sebal. Ketawa. Dan bahkan miris melihat beranda
Facebook saya yang penuh dengan status-status fatwa yang tak memiliki sanad
keilmuannya, tak peduli paham atau tidak apa itu ilmu Nahwu, Sharaf, Mantiq,
dan Balaghah yang notabene menjadi
ilmu dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an dan membuat sebuah fatwa.
Di masa Mark Zuckerberg ini, semua orang asal
memiliki akun Facebook sangat bisa, bebas dan leluasa mengangkat dirinya jadi mujtahid. Siapa pun! Mendirikan “mazhab
sendiri” melalui fatwa-fatwanya. Sungguh subahannallah
(Mulyono, 2017: 42).
Yang membuat saya lebih miris dan harus menelan
ludah pahit adalah, begitu mudahnya warga Facebook ini dengan bangganya
menshare atau membagikan propaganda-probanda atau fatwa-fatwa yang tidak jelas
tersebut, tanpa menganalisis atau sekedar melihat kebenaranya dari segi
teologis, sosiologis, atau dasar hukumnya.
Fatwa diera Mark ini, sangat meresahkan umat.
Khususnya saya sendiri. Perseteruan terbuka antara sesama umat di kolom-kolom
komentar sebuah status, konflik frontal, ujaran kebencian, pemaksaan kehendak,
termasuk klaim kebenaran (truth claim)
dan klaim keselamatan (salvation claim)
mutlak sebagai milik diri sendiri dan kelompoknya (Muyono, 2017: 7).
Di abad yang multi-dimensi ini atau dunia yang
global ini, ibaratnya ada jarum yang jatuh di Jakarta sana, sekian detik
kabarnya sudah sampai di Singaraja sini. Sayangnya, dalam kehidupan keseharian
kita, utamanya di lalu lintas media sosial, rupanya masih banyak unsur-unsur
negatifnya. Atau bahkan tidak ada manfaatnya sama sekali.
Di luar permasalahan korupsi, tumpulnya hukum ketika
berhadapan dengan kelompok “elit”, masalah terbesar umat ini adalah sempitnya
dalam berpikir dan lunturnya aqidah. Taklid buta makin menjadi-jadi. Kaca mata
kuda rupanya juga laris manis.
Facebook
sebagai media sosial yang masih eksis sampai saat ini, telah mewarnai hidup
kita dengan corak yang begitu beragam. Facebook memang bisa dikatakan sebagai
dua bilah pedang. Tinggal siapa yang memegang pedang itu.
Tamsil-tamsil fatwa kekinian yang menyeruak dan
meresahkan bagi umat yang awam pada Islamic
Studies dan menggelikan bagi umat yang karib. Tidak ada yang bisa
membendung trend umbar-umbaran fatwa
di akhir zaman ini kecuali sikap kritis kita belaka. Maka sangatlah penting
bagi setiap kita untuk tidak gampang terbius pada diksi-diksi permukaan semacam
akhi, ukhti, ahlan wa sahlan, huwa, huma,
hum, hiya, huma, hunna, anta, antuma, antum, anti, antuma, antunna, ana, nahnu,
dll., tetapi lihatlah pada esensinya, intinya, dan metodologinya (Mulyono, 2017:
50).
Zukerberg telah memberikan panggung bebas kepada
siapa pun kini. Di atas panggung bebas itu, Anda, saya, dan mereka
dipersilahkan, untuk merayakan apa saja. Tetapi, ingat pula, di atas panggung
itu jugalah jati diri kita terpamerkan sepenuhnya tanpa tedeng aling-aling (Mulyono, 2017: 50).
Kawan-kawan yang budiman. Marilah kita tingkatkan
jiwa kritis, analitis dalam diri kita. Agar kita dapat memilah dan memilih mana
yang benar dan mana yang hanya berkedok kebenaran. Walaupun sesungguhnya manusi
itu tidak bisa mencapai kebenaran yang objektif, setidaknya kita tidak gampang
mengklaim diri sebagai yang paling benar dan yang lain salah. Ini kafir. Ini
bid’ah dan sebagainya.
Melihat dari berbagai sudut pandang adalah salah
satu cara untuk mendapatkan jawaban dan kesimpulan yang lebih bijaksana dalam sebuah
penilaiaan. Dengan melihat dari berbagai sudut pandang, tentu kita tidak akan
gambang menilai seseorang, umpamanya.
Indonesia adalah negara yang multikultur. Sangat
rentan sekali terjadi perpecahan. Tentunya, kita semua yang harus menjaga dan
menjahui percikan api yang sewaktu-waktu bisa menjadi kobaran api yang besar.
Dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran agama dan mendewasakan diri
dalam perbedaan.
Jangan sampai fenomena pilu ini merangsak luas masuk
dalam pemikiran kita. Menyandera keimanan kita dalam bingkai ukhuwah Islamiah.
Kawan-kawan
yang budiman. Marilah bijak dala bermedia sosial. Jangan biarkan fatwa-fatwa
Mazhab Mark Zuckerberg ini meracuni pemikiran kita.
*Penulis adalah Direktur Utama LAPMI HMI Cabang Singaraja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar