Sabtu, 17 Juni 2017

MAHASISWA JANGAN MELACURKAN IDEALISME-NYA


Hasil gambar untuk idealisme

MAHASISWA JANGAN MELACURKAN IDEALISME-NYA

Oleh: Indra Andrianto*

Mahasiswa kaum intelektual dari akademisi yang unggul terdidik kristis yang mempunyai segudang ilmu pengetahuan untuk selalu menjadi garda terdepan dalam sebuah peradaban baru. Ada sebuah cerita saat membaca sebuah komik meme di media elektronik yang menuliskan “Mahasiswa takut sama dosen, dosen takut sama rektor, rektor takut sama menteri, menteri takut sama presiden, tapi presiden takut sama mahasiswa” betapa mulianya menjadi mahasiswa yang disegani presiden meskipun mahasiswa takut pada nilai D yang akan dosen berikan. Ini adalah pernyataan unik yang sebenarnya bisa dikatakan benar karena kalau kita mengingat kembali memoriar yang terjadi saat reformasi besar-besaran berlangsung tahun 1998 yang dimotori kalangan mahasiswa se Indonesia berhasil meruntuhkan rezim soeharto dan mengahncurkan partai golkar sehingga presiden yang menjabat selama 32 tahun itu lengser karena kasus KKN dan terkungkungnya kebebasan demokrasi dalam konteks HAM.

Dalam tanggapan yang dilontarkan Agus Hilman seorang penulis aktif yang sempat menyinggung tentang mahasiswa pasca reformasi mengatakan bahwa “Mahasiswa kritis sering sering menjadi bisu setelah dihadapka dengan gemilang harta dan kekuasaan, kelantangan perlawanan mereka dijalanan terhadap pemerintah termakan arus kekuasaan, mau tidak mau idealisme dilacurkan pada seonggok materi”

Pendapat ini saya benarkan, karena pasca reformasi mahasiswa kita hanya sebatas kontrak politik hitam diatas putih, tidak ada kontrol setelah reformasi itu berlangsung. Bahkan aktivis-aktivis yang paling lantang melakukan perawanan terhadap rezim soeharto dan partai golkar, saat itu malah melebur kedalam partai golkar dengan menjadi caleg, ini sebuah fenomenal kita lihat seperti kehadiran aktivis front aksi untuk Demokrasi (Famred) Bernard Hamombong Halomoa, Aktivis Forum Kota (Forkot) M. Lutfi Iskandar, dan mantan ketua Umum Nusron wahid (PMII) sebagai caleg sehingga dari hal ini menimbulkan persepsi dan tanda tanya, Apakah tidak ada partai yang representatif selain Golkar dari 24 partai yang ada ? tentu dalam situasi seperti ini mahasiswa seakan-akan hidup pada jalur menelan ludah sendiri mengapa saya ibaratkan demikian ? Dalam harian lokal terbitan jogja saat saya sempat membaca sepintas tulisan yang saya kutip “ keterlibatan sebagian kader Forkot di partai Golkar dianggap sebagai Penghianat reformasi” tentu ini merupakan kontradiksi apa yang sedang terjadi setelah reformasi berlangsung, para aktivis bergabung tapi sudah mulai bergelut dalam ranah politik praktisnya.

Dalam opini ini tentu mahasiswa tidak pada jalan yang sepenuhnya salah kita harus berpikir pada ranah positif, bisa saja tujuan aktivis-aktivis pada masa itu melebur ke partai Golkar yang dianggap punya banyak kesalahan mau memperbaiki citra partai itu sendiri dan menjalankan sesuai ketentuan dan undang-undang dalam sistem yang sehat berdemokrasi.

Lalu bagaimana dengan paradigma mahasiswa dewasa ini?, paradigma berbeda mahasiswa sebagai kaum kritis terdidik unggul dari llingkungan akademisi secara ideal diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bersama yaitu sebagai Agent Of Change, Moral Force, Agent of Control social Change dan sebagainya, namun yang terjadi hanya sebagian saja mahasiswa mampu berperan kedalam tiga tugas pokok tersebut. Kita ambil realita di dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam ranah lingkar diskusi sebagian mahasiswa jarang kita jumpai melakukan diskusi diluar kampus apalagi yang tidak berhimpun dalam organisasi kemahasiswaan, dan juga saat ditempat nongkrong di angkringan jarang terdengar untuk membahas soal materi apa yang sudah dosen sampaikan di kampus atau membicarakan kontrol terhadap pemerintahan dan negara, tetapi tema yang diangkat dalam percakapan itu seputaran Style, Fashion, perempuan/pria dan Uang. Ini merupakan sebuah kemunduran intelektual maka jangan salahkan jika sebagian mahasiwa bersikap dan berprilaku keluar dari nilai-nilai pancasila atau ada juga yang disebut sebagai mahasiswa apatis, yang hanya sebatas Kuliah dan berdiam diri di Kos tanpa kegiatan yang bermanfaat. Dalam sejarah, mahasiswa memainkan peran penting dalam menopang kemajuan bangsa, beberapa tokoh muncul menjadi pendobrak kemajuan saat mereka menjadi mahasiswa semisal Pak Hatta, Sjahrir dan Bj Habibie. Dari tahun 1908 hingga kemerdekaan 1945 dari malari 14 januari 1947 hingga reformasi 1998 kolaborasi mahasiswa yang intelek menjadi kekuatan yang mampu membuat sebuah perubahan kearah yang baik untuk kepentingan masyarakat pembela masyarakat ini merupakan kaca besar sebagai refleksi diri agar untuk selalu berbenah memperbaiki tupoksi mahasiswa yang diharapkan bangsa ini.




*Penulis bernama lengkap Indra Andrianto kelahiran 14 Maret 1995 Bondowoso-Jawa Timur, Mahasiswa aktif semester VI di Jurusan PPKn – Undiksha dan juga Demisioner Ketua Umum Komisariat Fakultas Ilmu Sosial HMI Cabang Singaraja. Penikmat sastra dan aktif menulis puisi di media elektronik Loker Puisi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar