Oleh: Uswatun Hasanah*
Menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri,
kita semua memahami bahwa arus mudik ke kampung merupakan agenda rutin yang
dilakukan masyarakat Indonesia, tak terkecuali mahasiswa rantauan, pekerja di
pemerintahan maupun swasta. Pada saat mudik inilah jika kita pengguna angkutan
lebaran seperti bus dan travel, akrab ditelinga kita istilah Calo alias
perantara. Apakah Calo itu adanya zaman sekarang saja, atau memang sudah ada
sejak zaman dahulu. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesiadisebutkan bahwa calo adalah orang yang menjadi perantara
dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah.
Apakah profesi calo ini hina atau mulya,
pasti pandangan kita ada yang positif dan ada pula yang negatif. Agar diketahui
bahwa calo itu ada sejak zaman rasulullah. Seperti hadist riwayat Qais bin Abi
Gorzah.
Islam juga mengatur bagaimana calo dengan
baik, seperti dalam hadis riwayat Qais bin Abi
Gorzah menyatakan bahwasannya ““Kami pada masa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam disebut dengan “samasirah“
(calo/makelar), pada suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik dari calo,
beliau bersabda : “Wahai para pedagang, sesungguhnya jual beli ini kadang
diselingi dengan kata-kata yang tidak bermanfaat dan sumpah (palsu), maka
perbaikilah dengan (memberikan) sedekah“.
Di setiap momentum mudik
sering kita temui praktik percaloan tampak sekali di depan mata. Dan kesannya
jumlah calo makin bertambah. Dimana peran petugas keamanan ketika membiarkan
fenomena tatkala seorang calo menguber calon pembeli dan menawarkan tiket-tiket
di luar loket? Apa iya petugas keamanan tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu?
Mengapa praktik percaloan masih sangat demonstratif di terminal-terminal maupun
di stasiun-stasiun? Paling jawaban pembenaran dari mereka “kami kan cari makan juga, jadi asal tidak demonstatif dan bisa tertib,
kami orang-orang kecil yang hidupnya susah, percuma mau diberantas nggak
bakalan hilang, inikan masalah kecil saja, supaya calo tidak ada, sejahterakan
dulu rakyat, bukankah menjadi calo itu terpaksa juga”
Mungkin sudah menjadi semacam
salah kaprah di masyarakat kita bahwa yang kecil dan miskin selalu
dipermaklumkan. Padahal mestinya penegakan hukum tidak mengenal orang besar
atau orang kecil. Orang besar perlu menjadi teladan bagi yang lainnya, kadang
orang kecil lebih patuh ketimbang elitnya. Mestinya bukan sentimen kelas yang
ditonjolkan dalam hal ini, melainkan bagaimana hukum bisa ditegakkan, tetapi
juga konsekuensi sosiologisnya juga terpikirkan atau terantisipasi. Sehingga
orang kecil tidak merasa semakin terpojokkan peluang hidupnya, karena ada
alternatif pilihan pekerjaan yang lebih baik dan tidak melanggar hukum.
Dan yang dilakukan oleh calo itu ialah
praktek menimbun, mereka memborong semua tiket yang mana status tiket ketika
itu ialah komoditi yang urgent dan memang sangat dibutuhkan sekali oleh orang
banyak. Dan orang sedang sangat sibuk sekali mencari tiket itu namun tidak ada,
yang ada hanya tiket yang sudah diborong oleh para calo, dengan demikian calo
menjadi rujukan utama bagi banyak orang dan seenaknya lah mereka menjual dengan
harga yang mencekik.Sebagaimana teori umum dalam ilmu ekonomi, bahwa permintaan
yang melonjak tapi barang langka, akan menjadikan barang itu menjadi mahal
sekali.
Jadi jelas, bahwa calo bukanlah
perantara yang dibolehkan, melainkan ia adalah kejahatan dalam sistem jual
beli. Banyak kerugian yang dihasilkan dari praktek ini, baik itu bagi si
penjual asli dan juga pembeli. Karena banyaknya kezhaliman, itulah alasan
kenapa praktek percaloan itu dilarang. Kalau kita buka kembali kamus besar bahasa
indonesia, kata calo itu berarti perantara antara penjual dan pembeli, yaitu
perantara yang baik yang memang itu juga dibenarkan dalam syariah.Tapi calo
yang ada sekarang ini, bukanlah perantara, melainkan lebih dekat kepada
perilaku kejahatan yang merugikan banyak orang. Dan sistem kerja mereka pun
tidak individual, melainkan bekerja secara sistemik dan teratur. Bahkan mereka
sudah menjadi kartel dengan sekumpulan orang yang berpraktek sama dengan tujuan
mencekik pembeli dan meraup keuntungan sebesar-besarnya.
😊😊😊
BalasHapus