
Oleh: Indra Andrianto*
“Dosa
merupakan fantasi manusia, sedangkan kejatan merupakan wahyu Tuhan”-
Clarkson
Agama
apapun hadir ke dunia ini memiliki tujuan mulia, diantaranya membebaskan,
mendidik, dan memanusiakan manusia. Bahkan Islam sendiri datang salah satunya
untuk memperbaiki ahlak manusia. Bahkan dalam tulisan pemikir islam yang
disampaikan oleh Ali Ashgar Engineer mengatakan bahwa islam hadir untuk
menyelamatkan, membela, dan membawa prinsip-prinsip keadilan universal. Arti
keadilan disini yaitu tidak mengenal batasan atau sekat-sekat golongan yang
menjadi identitas manusia yang meliputi: suku, Ras, Agama dan Bahasa. Maka
dapat saya simpulkan dengan adanya agama merupakan suatu wadahataujalan untuk mengimani Tuhan
dan juga memunculkan sifat Cinta dan kasih antar sesama mahluk ciptaannya.
Realitas
hari ini sungguh berbeda dengan tujuan mulia agama yang diwahyukan Tuhan, dalam tulisan ini saya tidak
bermaksud merendahkan suatu agama, maka saya akan sangat berhati-hati
menguraikan persepsi dalam tulisan ini. Saya pernah bertukar pikiran dengan
tulisan Agus Hilman seorang alumni HMI, kurang lebih yang dapat saya urai bahwa
agama yang kita anut hari ini sudah jauh dari bentuk bangunan ideal agama pada
masa Rosulullah, Yesus, Musa, Budha, dan bahkan Ibrahim. Karena dewasa ini
banyak pertikaian, pembantaian, pertumbahan darah hingga agama dijadikan
mencari nafkah untuk mencari kekuasaan. Agama hari ini sudah diartikan dengan
sifat sarkasm dan vandalism atau pembantaian dan kekerasan terhadap sesama hingga menghilangkan sisikemanusian yang sangat
dijunjung
tinggi
dalam
ajaran agama,
bukti nyata saat terjadi Bom Bali 1 & 2, Konflik Mataram, tragedi Palestina yang dileburkan oleh Israel itu contoh
yang sudah menjadi sebuah pengetahuan umum, namun akhir-akhir ini yang muncul
seperti Front Pembela Islam
(FPI) yang tidak segan-segan melakukan perusakan atau kekerasan jika seandainya ada yang berlawanan
dengan
tujuan yang ingin
dicapai
bahkan
ketua FPI sendiri Habib
Rizieq Shihab secara terbuka menghina seorang bapak bangsa yakni alm. Gusdur mantan presiden Indonesia ke-3 dengan
mengatakan “Gusdur itu
buta
mata,
buta
hati, dia itu
Yahudi” celotehnya dalam salah satu siaran televise nasional. Jika
melihat
seteru
antara
kubu
tokoh
pemuka agama sebagai patron
umat, makaapa yang dikatakan Thomas Hobbes adalah
sesuai
dengan
prilaku
manusia
dewas
aini “Homo Homini Lupus”
(manusia adalah Srigala bagi manusia lain). Jika
hal
ini
bertahan
maka
kerukunan
antar
umat
sungguh
takkan
terjadi
dan agama bukan
lagi
sebagai
solusi
namun
berubah
menjadi
kepentingan
politik
dan
kekuasaan. Nilai-nilai
Teologis, Dosa, Pahala,
surga, neraka, pembawa agama akan dikesampingkan. Yang terpenting
adalah
tahta
dan
kekuasaan
maka
jangan
heran
jika
ada
persepsi dari salah satu ulama Nahdatul Ulama yang mengatakan “Allah kok
diajak
Kampanye”. Lantas yang jadi
tanda Tanya untuk
apa agama itu
ada, jika
manusia
yang
menyalah
gunakannya
dengan kata
fitrah yang melekat
pada agama. Apakah
mereka
tidak
takut
dengan
akibat
dari
sebuah
perbuatan yang cenderung
menciderai
ajaran agama? Agama seperti
kehilangan
sakralitasnya
sebagai
ruh
fundamentalnya, dan
anggapan yang terjadi agama
seperti sebuah mitos, maka apa yang dikatakan Clarkson ada
benarnya
bahwa “Dosa
hanya
sebuah
fantasi
manusia, sedang
kejahatan, kekejaman,
pembantaian seakan-akan wahyu Tuhan” agama hari
ini
seperti
kekeringan
makna, sehingga
manusia-manusia
pada era sekarang
cenderung
kering
spiritualitas.
Persepsi
Agama hanya
seperti
mitos, setiap
tindak
kejahatan
tidak
lagi
menjadi
perbuatan
keji
jika
disandingkan
dengan
ajaran Agama, pelaksanaan
ibadah
hanya
sebatas
symbol
dalam
setiap
ritualnya
tanpa
dipahami
ajaran-ajaran
tersebut
untuk
halapa
sehingga
sisi
kemanusian
tidak
dedikotomi
oleh
setiapumat
Beragama, agama
hanya
sebatas dogma tanpa
mencari
tahu
apa
keistimewaaan
dan
kebermanfaatan
dalam
sebuah agama yang menjadi
dasar
iman
kita
mengenal
Tuhan
dan
menyayangi
antar
sesamanya. Ritual hanyalah
sekumpulan
doktrin yang harus
dijalankan, namun
tidak
ada
kontribusi
dalam
setiap
kehidupannya.
Ini
sebuah
masalah
besar
bagi
kita
umat
beragama
dan
juga
sangat
mengancam
eksistensi
tegaknya
sebuah
Negara
apalagi di Indonesia yang
mengagungkan nilai “Ketuhanan Yang MahaEsa” sebagai
penggerak
untuk
menjalankan
nilai-nilai
dalam
sila-sila
selanjutnya
dalam
Pancasila, maka
tidak
ada kata lain selai
npembumia
nnilai-nilai spiritual.
apalagi di era yang begitu
carut-marut, umat
beragama di negara Indonesia
mulai mengesampingkan
kepekaan
social
dan
terjadi
krisis social atas ego
masing-masing. Presiden, Para Ulama, Guru Ngaji, Guru di lembaga formal dan
bebapa
elemen
bangsa
merupakan
bagian
indicator
penting
dalam
merubah
sebuah
perubahan
besar-besaran
untuk
tegaknya
kembali
nilai-niai agama sesuai
ajaran yang telah
dibenarkan
tanpa
menghilangkan
atau
memisahkan
dengan
sisi
kemanusian
sehingga
muncul
nilai
spiritualitas
Humanisme.
*Penulis adalah mahasiswa aktif semester VI di Jurusan PPKn –
Undiksha dan juga Demisioner Ketua Umum Komisariat Fakultas Ilmu Sosial HMI
Cabang Singaraja. Penikmat sastra dan aktif menulis puisi di media elektronik
Loker Puisi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar