Oleh: Diki Wahyudi*
Mahasiswa satu-satunya gelar maha yang
dimiliki oleh manusia. padahal segala gelar maha hanya dimiliki oleh tuhan
seperti maha pengasih, maha penyayang, maha bijaksana dan maha mengetahui.
Mahasiswa didengung-dengungkan merupakan sosok pelopor, sosok inteletual, sosok
agen of chage,dan sosok iron stoke. Di masyarakat mahasiwa
didengung-dengungkan menjadi harapan cemerlang bagi masa yang akan datang.
Bahkan fauding father kita
Ir.Soekarno mengatakan beri aku 1000 orang tua maka aku akan cabut semeru dari
akarnya dan beri aku 10 pemuda maka aku akan goncang dunia. Ini menunjukan
bahwa pemuda/mahasiswa diharapkan mampu merubah peradaban dan membanggakan
bangsa.
Tapi ironisnya
mahasiswa masa kini hanya sebagai beban negara, karena kebanyakan nggangur.
Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa seandainya ijazah Spd dseluruh
indonesia ditumpuk itu setinggi gunung bromo dan 80% merupakan pengacara alias pengangguran
banyak acara, ini menunjukan ada yang sesuatu yang salah dalam ruang lingkup
universitas, kenapa sarjana yang seharunya menjadi agen
ofchange dan mampu mengguncang dunia malah menjadi beban negara.
Kalo kita
melihat ke dalam ruang ligkup kampus maka kita akan menjumpai beberapa tipe
mahasiswa, salah satunya mahasiswa kupu-kupu(kuliah pulang, kuliah pulang)
mahasiswa ini cenderung hanya mementingan IPK, hanya bergulat dalam kelas dan
buku sebagai satu-satunya mencari ilmu dan tujuan cepat wisuda dan cepat kerja.
Pandangan yang sangat utopis sekali, mereka kebanyakan tidak memeikirkan bahwa
dunia nyata tidak semudah itu. Dalam dunia nyata perbandingan peluang lolos
seleksi kerja itu 1 banding 100 coba dalam job
fair di Surabaya dibutuhkan hanya 1000 tenaga kerja padahal yang mendaftar
sampi 10000 orang bayangkan persaingan yang sangat sengit bukan. mahasiwa tipe
ini apabila tidak diterima oleh perusahaan atau mendapat pekerjaan sesuai basic
bidangnya maka ia akan merasa malu, akibatnya memilih menganggur daripada malu
dibicarakan orang lain. Hal inilah yang menjadikan semakin bertambahnya
pengangguran di negeri ini.
Mahasiswa tipe
kedua adalah mahasiswa kura-kura (kuliah rapat-kuliah rapat), mehasiswa tipe
ini rela pulang malam bahkan tidur dikampus hanya untuk membahas sebuah
kegiatan. mahasiswa tipe ini cenderung menganggap bahwa ruang kelas hanya
menjadi pembatas ide dan juga kreatifitas. Mereka cenderung melupakan tujuan
awalnya yaitu tri dharma perguruan tinggi pertama yaitu akademisi. Maidnset
mahasiswa organisatoris itu menganggap bahwa organisasi merupakan wahana atau
tempat yang strategis untuk mendapatkan pengalaman dan ilmu, ini dibuktikan
dengan kecenderungan mereka untuk ikut dalam forum-forum diskusi, bertemu
orang-orang penting, dan pengabdian terhadap masyarakat. kebanyakan mahasiswa
tipe ini memiliki soft skile yang mumpuni tapi tidak diimbangi dengan kemampuan
akademisnya.
Sisi negative
dari mahasiswa organisatoris ini dicap sebagai MAPALA (mahasiswa paling lama)
karena kecenderungan mengurusi organisasi sehingga lupa dengan kuliahnya yang
mengakibatkan mehasiswa tipe ini mendekap dalam ruang universitas. Apalagi
sekarang mahasiswa tipe ini dianggap hanya sebagai EO (event organizer) atau
panitia pelaksana kegiatan. apalagi yang kita lihat kegiatan yang dilakukan
dari tahun ketahun semakin tidak ada hubunganya dengan pendidikan seperti
mendatangkan DJ (disk joky), mengundang band papan atas, color party intinya
kegiatan yang tidak bermanfaat. Lebih parahnya saat ini mahasiswa organisatoris
dianggap sebagai lintah darat, yang hanya bisa menyedot uang mahasiswa untuk
dibuat kegiatan-kegiatan yang tidak begitu penting.
Dilema inilah
yang mengakibatkan munculnya tipe mahasiwa yang ketiga, yaitu mahasiswa apatis.
Mahasiswa tipe ini cenderung tidak peduli dengan akademisnya maupun dengan
organisatorinya. Mereka cenderung mengikuti arus, hedonis dan semaunya sendiri.
Mehasiswa tipe ini menurut filsuf jerman Martin Heidegger ini termasuk golongan
das man(manusia massa) yang hanya mengikuti arus dan zaman, manusia yang
seperti ini hanya akan tergulung oleh massa tanpa mampu merubah peradaban.
Inilah yang akan menjadikan bangsa kita ini sebagai bangsa konsumtif bukan
bangsa produktif padahal menurut Ibnu Khaldun ketika suatu peradaban sudah
mencapai fase penikmat maka kehancuran peradaban itu sudah dekat. Yang dibutuhkan
bangsa ini adalah ontentik man/mahasiswa ontentik yaitu manusia yang mengikuti
massa tapi tetap mempunyai control terhadap massa itu, manusia ini mempunyai
pegangan yang jelas, sehingga tidak akan tergerus oleh massa dan inilah manusia
inilah yang dibutuhkan bangsa dimasa yang akan datang.
Oleh sebab itu
saya akan mencoba merumuskan sebuah formula mahasiswa paripurna sebagai
sintetis terhadap mahasiwa kura-kura/akademis dan mahasiswa
kupu-kupu/organisatoris. Melihat kultur mahasiswa sekarang, maka harus ada
perubahan. Perubahan menurut teori Foulcaut dapat terjadi ketika episteme lama
tergantikan dengan episteme baru, hal ini dapat terjadi ketika ada diskursus
yang mendorong lahirnya diskontituinitas yaitu awal mula episteme baru lahir.
Jadi sisini saya mencoba membuat definisi mahasiswaa paripurna hal inilah yang
akan menjadi diskursus, yaitu pengetahuan atau wacana yang berbeda dari
episteme lama. Inilah yang akan menjadi diskontituinitas atau perpecahan
sehingga akan melahirkan episteme baru yaitu mahasiswa paripurna.
Disini mahasiswa
paripurna adalah mahasiswa yang mampu mengimbangkan antara akademis dan
organisatoris. Mahasiswa paripurna bukan hanya pintar bertori dalam ruang kelas
saja atau tinggi IPK saja karena menurut penelitian di amerika tahun 2002
menyatakan bahwa dari jajak pendapat 457
pengusaha factor IPK berada pada urutan 17 dari 20 faktor pendukung, sedangkan
factor utama yang dianggap penting dari lulusan Perguruan Tinggi adalah soft
skill. Oleh sebab itu harus dibarengi dengan kemampuan organisatoris. Sehingga
mahasiswa paripurna ini mampu menjadi pelopor atau menjadi budaya yang
adiluhung untuk ditiru oleh seluruh mahasiswa UNDIKSHA.
Tentunya dinamika mahasiswa undiksha akan
berwarna, kita akan melihat banyaknya mahasiswa duduk melingkar dan membahas
tentang berbagai persoalan, dan ditulah akan lagir berbagai solusi yang
soluktif. Bayangkan banyaknya gagasan-gagasan baru pada saat diskusi aspiratif.
Coba bayangkan ketika gagasan ini dijalankan saya jamin lulusan kita akan
banyak yang menjadi negarawan, yaitu sosok yang mampu melihat dan menjawab
masalah sari berbagai sudut pandang sehingga menciptkan jalan keluar dan
melihat zaman bukan hanya masa kini tapi mampu memprediksi keadaan dimasa yang
akan datang sehingga mampu merencanakan tindakan yang strategis bagi bangsa
ini.
Gagasan mahasiswa paripurna ini saya harapakan menjadi
jawaban atas terjadinya pertentangan antara KULIAH VS ORGANISASI. Sebenaranya
hal ini tidak perlu dipertentangkan tapi cukup didikusikan dengan cara duduk melingkar,
disitulah hal problem yang seperti ini akan ditemuakan solusi yang soluktif.
Mengutip pendapat Thomas Kuhn dalam bukunya The
Structure Of Scientific Revolutionyang mengatakan “manusia hanya mampu menciptakan
paradigma kebenaran bukan kebenaran realitas” jadi ini hanya sebuah
gagasan yang saya harapkan menjadi titik awal lahirnya mahasiswa akademis
organisatoris.
*Penulis adalah Ketua PMM Al-Hikmah Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha)
Sudah bagus...
BalasHapusKata kata akhir banyak tipo ya hehehe