Si Tuli, Si Bodoh, dan Si Pikun
Akan
Berdialog Dengan Allah
Oleh: Kang Aswan
Tengah
hari yang panas. Matahari berpijar di tengah cakrawala. Seumpama lidah api yang
menjulur dan menjilat-jilat bumi.
Hembusan angin yang bergulung-gulung menambah panas setiap detik demi detik.
Namun, keadaan itu tidak menciutkan semangat tiga sahabat yang ingin tahu
apakah kelak mereka akan masuk kedalam surga atau masuk ke dalam neraka karena
keterbatasan yang mereka miliki.
Disebuah
desa terpencil. Terdapat sebuah rumah seorang kiyai yang sangat terkenal. Kiyai
itu bernama Kiyai Ki Ageng Semar. Pengasuh pondok pesantren Punokawan. Kiyai
Semar ini sudah terkenal kemashurannya dalam menanggapi dan memberikan solusi
atas permasalahan-permasalahan santri-santrinya dan para jamaahnya.
Ketiga
sahabat itu pun sampai di rumah Kiyai Semar. Setelah melewati lembah, gunung,
padang ilalang, jalan panjang yang seperti tidak ada putusnya dan juga sungai
yang arusnya sangat deras. Seperti kebanyakan orang kalau berkunjung atau sowan
ke rumah kiyai pasti membawa sesuatu untuk pak kiyai. Si Tuli membawa singkong,
Si Bodoh membawa jagung, dan Si Pikun membawa keranjang. Keranjang? Ya,
keranjangnya saja, orang dia pikun.
Tak
perlu basa-basi Si Tuli memberanikan diri untuk mengucapkan salam,
“Assalamu’alaikum, kulo nuwun, Kiyai,” ucapnya dengan lemah lembut penuh takzim.
“Wa’alaikumsalam,” jawab seseorang dengan
nada yang merdu dan mantap.
Karena
Si Tuli ini benar-benar tuli, dia mengulang ucapannya lagi, “Assalamu’alaikum, kulo nuwun, Kiyai.”
Dengan
nada yang sama seseorang membalas salam, “Wa’alaikumsalam.”
Si
Tuli mengulang ucapannya sekali lagi, “Assalamu’alaikum, kulo nuwun, Kiyai.”
Kali
ini tidak ada jawaban. Tapi, pintu rumah itu tiba-tiba membuka dengan
sendirinya. Lalu, ketiga sahabat itu masuk ke dalam rumah Pak Kiyai Semar.
Di
dalam ruang tamu itu, seorang yang bertubuh tambun duduk dikursi santai. Dan
mempersilahkan mereka bertiga untuk duduk.
“Silahkan
duduk!”
“Njeh, Kiyai ,” jawab Si Bodoh.
Dan
mereka bertiga duduk menghadap Kiyai Semar.
“Ada
perlu apa, kalian jauh-jauh kemari?” tanya Kiyai Semar.
“Kita
kesini mau ngapain ya?” tanya Si Pikun.
“Dasar
kau pelupa, kita kesini mau.. mau apa ya, Tuli?” kata Si Bodah balik nanya.
“Kedatangan
kami kesini untuk bertanya suatu hal, Kiyai,” jawab Si Tuli.
Kiyai
Semar tersenyum. Merasa mendapat sebuah tantangan.
“Mau
tanya masalah apa?” tanya Kiyai Semar dengan mengeraskan suaranya, agar Si Tuli
dapat mendengar. Karena Kiyai Semar memandang hanya Si Tuli yang dianggapnya
paling pintar.
“Kami
mau bertanya, golongan seperti kita ini kelak akan masuk surga atau neraka,
Kiyai?” ucap Si Tuli yang memang ditunjuk dua sahabatnya untuk menjadi juru
bicara. Si Tuli kembali menyampaika unek-unek hatinya, “Kiyai, sungguh ajaran
Islam telah datang, tapi aku sama sekali tidak mendengarnya.”
Si
Bodoh juga menyampaikan maksud hatinya, “Kiyai, sungguh ajaran Islam telah
datang, tapi banyak orang yang membohongiku karena aku bodoh Kiyai.”
Si
Pikun ikut mengatakan, “Kiyai, ajaran Islam telah datang, tapi aku lupa
semuanya.”
“Dari
masalah itulah Kiyai, kami ingin mengetahui, golongan seperti kami ini layak
masuk surga kerena bersyarat atau kami akan masuk neraka?” jelas Si Tuli.
Kiyai
Semar tertawa pelan. Memandangai mereka bertiga bergantian.
“Dalam
riwayat hadits shahih, Nabi SAW bersabda: empat
golongan yang kelak akan berdialog dengan Allah. 1. Orang tuli yang tidak dapat
mendengar sama sekali. 2. Orang bodoh dan tolol. 3. Orang pikun. Dan 4. Ahlul
Fathrah.”
“Kami
akan berdialog dengan Allah, Kiyai?” tanya Si Pikun bangga.
“Iya.
Kalian akan berbicara sama persis dengan apa yang kalian bertiga jelaskan tadi.”
“Tadi
kita bicara apa ya?” tanya Si Pikun. Ia memang benar-benar lupa.
“Lalu,
apa jawaban dari pertanyaan kami Kiyai, apakah kami akan masuk surga atau
neraka?” tanya Si Tuli sekali lagi penasaran.
“Di
saat kalian berdialog dengan Allah itulah, Allah mengadakan perjanjian agar
kalian taat kepada-Nya, dan Allah merespon ungkapan konyol kalian dengan
mengutus malaikat untuk menemui kalian dan Allah berpesan: Masukkan saja mereka ini ke dalam neraka, tapi jika mereka masuk ke
dalamnya, mereka akan merasa dingin (nikmat) dan akan selamat dari panasnya api
neraka, namun bagi mereka yang enggan, ya selamatkan saja dari neraka! (HR.
Ahmad, Ishaqq bin Rahuyah dan Albaihaqi)”
“Bararti
kesimpulannya, kita akan masuk surga, Kiyai?” tanya Si Tuli.
Kiyai
Semar tersenyum, lalu bersabda, “Sakbegja-begjane
wong kang lali, luwih begja wong kang eling lan waspodo.” (Seberuntungnya
orang yang lupa diri, masih lebih beruntung orang yang ingat dan waspada).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar