Rabu, 26 Oktober 2016

Cerpen_Surat "Rembulan Itu Untukmu"



Rembulan Itu Untukmu
Oleh: Kang Aswan




Adindaku.
Kukirimkan sepujuk surat ini bersama sebuah rembulan.
Bersama bintang, meteor, galaksi, dan juga awan yang lembut.
Adindaku.
Apakah kau menerimanya dengan lengkap?
Seperti rembulan yang jauh diangkasa.
Disana juga ada planet, satelit, pelangi, dan juga roket astronot yang melintas.
Kadang juga ada pesawat angkutan umum yang lewat.
Taukah kamu adindaku?
Aku mengambil rembulan itu untukmu.
Aku mengambilnya dari angkasa.
Aku cukil dengan sebilah pisau yang ada di dalam tas ranselku.
Astronot itu berteriak, “maling-maling! Ada yang maling rembulan!”
Polisi angkasa bertanya, “ada apa?”
Astronot itu menjawab, “seseorang telah mencuri rembulan.”
Polisi angkasa itu mengejarku.
Celaka!
Tapi aku tidak peduli.
Aku terus berlari dengan perasan gusar melawan grafitasi dan menembus lapisan atmosfir.
Kugenggam erat-erat rembulan itu.
Gelap? Ya, sangat gelap adindaku.
Polisi angkasa itu sampai memakai senter besar untuk mengejarku.
Aku terus berlari menuju bumi.
Dengan rembulan yang ada digenggamanku, aku tidak terlalu sulit berlari dalam kegelapan.
Dengan sinar itu aku dengan mudah mengenali mana merkurius, venus, dan bumi.
Di bawah sana aku melihat gedung-gedung tinggi, mobil-mobil kecil seperti semut yang berjalan, lalu gunung, samudera yang luas, daun kelapa yang melambai, padi menguning yang digelayuti pipit, dan diapit oleh jalan setapak yang membelah padang ilalang.
Di bawah sana juga aku melihat, pejabat sedang duduk santai mengibas-ngibaskan koran dan menyeruput secangkir teh.
Sedangkan dibalik gedung megah itu seseorang memegang perut menahan lapar.
Kurus, kering, kumal, lemah, terkapar tak berdaya.
Adindaku.
Lalu, polisi itu memeringatkan, “berhenti! Serahkan rembulan itu!”
Aku tidak perduli, bahkan menengok pun aku tidak.
Apakah kau tahu, bagaimana perasaanku saat itu?
Perasaanku saat itu bercampur aduk.
Takut, gelisah, bahagia, senang, gembira, sedih, menangis, tertawa, tersenyum, serta merasa bersalah.
Adindaku yang sendu.
Karena saat itu gelap, pesawat polisi itu bertabrakan dengan pesawat angkutan umum.
Senter polisi itu tidak bekerja dengan baik.
Mati, nyala, mati, nyala, mati, nyala.
Seperti lampu disco waktu pesta ulang tahun anak pejabat itu.
Adindaku yang aku cinta.
Aku takut rembulan itu terlepas dari genggamanku.
Maka aku memasukkannya disaku kiriku.
Rembulan itu meloncat-loncat dalam saku bajuku.
Aku memegangnya dan tidak akan aku biarkan ia lari.
Adindaku yang manis.
Yang paling manis diantara yang manis.
Dengan ini juga aku kirimkan kerinduanku.
Bersama belaian lembut, sebuah kecupan mesra, bisikan halus, dan juga pelukan hangat.
Adindaku.
Terimalah rembalan itu.
Rembulan itu untukmu.

Singaraja, 18 Oktober 2016


 Tulisan ini terinspirasi dari cerpen karya Seno Gumitra Ajidarma yang berjudul "Sepotong Senja Untuk Pacarku"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar