Rembulan
Itu Untukmu
Oleh:
Kang Aswan
Adindaku.
Kukirimkan
sepujuk surat ini bersama sebuah rembulan.
Bersama bintang,
meteor, galaksi, dan juga awan yang lembut.
Adindaku.
Apakah kau
menerimanya dengan lengkap?
Seperti rembulan
yang jauh diangkasa.
Disana juga ada planet,
satelit, pelangi, dan juga roket astronot yang melintas.
Kadang juga ada
pesawat angkutan umum yang lewat.
Taukah kamu
adindaku?
Aku mengambil
rembulan itu untukmu.
Aku mengambilnya
dari angkasa.
Aku cukil dengan
sebilah pisau yang ada di dalam tas ranselku.
Astronot itu
berteriak, “maling-maling! Ada yang maling rembulan!”
Polisi angkasa
bertanya, “ada apa?”
Astronot itu
menjawab, “seseorang telah mencuri rembulan.”
Polisi angkasa
itu mengejarku.
Celaka!
Tapi aku tidak
peduli.
Aku terus
berlari dengan perasan gusar melawan grafitasi dan menembus lapisan atmosfir.
Kugenggam
erat-erat rembulan itu.
Gelap? Ya,
sangat gelap adindaku.
Polisi angkasa
itu sampai memakai senter besar untuk mengejarku.
Aku terus
berlari menuju bumi.
Dengan rembulan
yang ada digenggamanku, aku tidak terlalu sulit berlari dalam kegelapan.
Dengan sinar itu
aku dengan mudah mengenali mana merkurius, venus, dan bumi.
Di bawah sana aku
melihat gedung-gedung tinggi, mobil-mobil kecil seperti semut yang berjalan,
lalu gunung, samudera yang luas, daun kelapa yang melambai, padi menguning yang
digelayuti pipit, dan diapit oleh jalan setapak yang membelah padang ilalang.
Di bawah sana
juga aku melihat, pejabat sedang duduk santai mengibas-ngibaskan koran dan
menyeruput secangkir teh.
Sedangkan
dibalik gedung megah itu seseorang memegang perut menahan lapar.
Kurus, kering,
kumal, lemah, terkapar tak berdaya.
Adindaku.
Lalu, polisi itu
memeringatkan, “berhenti! Serahkan rembulan itu!”
Aku tidak
perduli, bahkan menengok pun aku tidak.
Apakah kau tahu,
bagaimana perasaanku saat itu?
Perasaanku saat
itu bercampur aduk.
Takut, gelisah,
bahagia, senang, gembira, sedih, menangis, tertawa, tersenyum, serta merasa
bersalah.
Adindaku yang
sendu.
Karena saat itu
gelap, pesawat polisi itu bertabrakan dengan pesawat angkutan umum.
Senter polisi
itu tidak bekerja dengan baik.
Mati, nyala,
mati, nyala, mati, nyala.
Seperti lampu
disco waktu pesta ulang tahun anak pejabat itu.
Adindaku yang
aku cinta.
Aku takut
rembulan itu terlepas dari genggamanku.
Maka aku
memasukkannya disaku kiriku.
Rembulan itu
meloncat-loncat dalam saku bajuku.
Aku memegangnya
dan tidak akan aku biarkan ia lari.
Adindaku yang
manis.
Yang paling
manis diantara yang manis.
Dengan ini juga
aku kirimkan kerinduanku.
Bersama belaian
lembut, sebuah kecupan mesra, bisikan halus, dan juga pelukan hangat.
Adindaku.
Terimalah
rembalan itu.
Rembulan itu
untukmu.
Singaraja, 18
Oktober 2016
Tulisan ini terinspirasi dari cerpen karya Seno Gumitra Ajidarma yang berjudul "Sepotong Senja Untuk Pacarku"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar