Qafa Bagaimana Kabarmu?
Pagi
ini aku kedinginan, pagi di ujung musim hujan, di pangkal musim kemarau yang
terlambat. Memang akhir-akhir ini Singaraja selalu diguyur hujan. Ibu-ibu
kadang marah-marah karena jemuran mereka tak kunjung kering.
Pohon-pohon
kamboja di pinggir jalan kontrakan sepertinya tak tahan memendam kerinduan
buanganya. Hujan yang terus menerus turun, tak memberikan kesempatan
pohon-pohon kamboja untuk mempertahankan bunga eloknya. Hingga setelah rentetan
hujan mereda. Bunga kamboja yang masih bajang tergeletak gelisah di bawah
pohon. Pasrah dan cepat layu.
Kisah
pohon kamboja dengan bunganya seperti kisahku denganmu.
Demikian
jugalah kau di sana? Orang-orang yang tak begitu gemuk sepertiku dan sepertimu
tentu tak tahan dengan hawa dingin yang menyelusup sampai tulang-tulang ini.
lemak di tubuhku dan tubuhmu tak begitu banyak untuk digunakan sebagai zat
pembakar yang menghangatkan badan. Menggigilkan kau di sana? Pakailah jaket
atau selimut. Atau paling tidak lingkarkanlah syal di lehermu. Jangan biarkan
angin dingin menyakiti tubuhmu. Nanti kamu sakit.
Di
tengah kepungan udara dingin ini, di kamar sepi ini, aku bertanya kepadamu, apa
yang kau rasakan? Tidakkah kau pun meresakan kenikmatan rahasia yang tengah
kurasakan? Walau satu hari berjalan dalam tempo dua puluh empat jam waktu
dunia, namun kurasakan sepertinya hari-hari berjalan begitu cepat dalam waktu
cintaku. Segela peristiwa terasa legit bagai nira yang baru turun dari pohon
tal. Jiwaku seperti melayang-layang ke sana kemari, dari bunga ke bunga
menghisap sari, dari daun ke daun, dari kota ke kota, meluncur ke
pelepah-pelepah mega, mandi uap di sana, memasuki istana yang
dinding-dindingnya adalah awan yang bernyanyi meriah, mengarak-arak hidup untuk
dijatuhkan ke tanah.
Mestinya
kau lebih merasakan daripada yang kurasakan sebab ini terjadi karena
kesunyianku menapaki jejakmu dari waktu ke waktu. Tentu yang dicari mempunyai
lebih daripada yang mencari. Mutiara akan lebih berharga dan berkilauan ketika
ada yang memburu, diriku ini. Walau kau tak tahu ada yang mencarimu, namun
alangkah mustahilnya bagi jiwa abadi yang tak mampu menangkap rindu hanya
karena mata tak saling bertatap dan mulut tak saling bercakap. Tidakkah segala
yang pernah bersatu di dalam cinta akan selalu terhubung selamanya? Tidakkah
sepasang bintang, camar, atau apa saja yang terbetik dalam kenangan tentang dua
jiwa yang beriringan dalam diam, adalah kita, sayang? Kita pernah hadir di
sana, juga di sini, di segala ruang yang sempat dijelajah akal. Berbusana raga
inilah yang membuat kita terlupa tentang memori-memori kemesraan di taman tanpa
aroma dan warna. Mungkin agar pertemuanku denganmu semakin mendebarkan karena
saat kupandang matamu, pikiranku yang belum sepenuhnya takluk kepada Ruh, yang
tak terdiam di ruang dan waktu, menerka,
“Kaukah
itu yang mengetuk-ngetuk pintu heningku di malam-malam durja riuh-rendah?”
Betapa
cinta telah mengusik rahasia sang kekasih, namun ia tetap menjadi rahasia di dalam dirinya sendiri.
Qafa
bagaimana kabarmu?
Adaptasi dari sebuah tulisan status facebook Penerbit Javanica
Tidak ada komentar:
Posting Komentar