Minggu, 18 Desember 2016

Cerpen : Qafa Bagimana Kabarmu?





Qafa Bagaimana Kabarmu?

Pagi ini aku kedinginan, pagi di ujung musim hujan, di pangkal musim kemarau yang terlambat. Memang akhir-akhir ini Singaraja selalu diguyur hujan. Ibu-ibu kadang marah-marah karena jemuran mereka tak kunjung kering.

Pohon-pohon kamboja di pinggir jalan kontrakan sepertinya tak tahan memendam kerinduan buanganya. Hujan yang terus menerus turun, tak memberikan kesempatan pohon-pohon kamboja untuk mempertahankan bunga eloknya. Hingga setelah rentetan hujan mereda. Bunga kamboja yang masih bajang tergeletak gelisah di bawah pohon. Pasrah dan cepat layu.

Kisah pohon kamboja dengan bunganya seperti kisahku denganmu.

Demikian jugalah kau di sana? Orang-orang yang tak begitu gemuk sepertiku dan sepertimu tentu tak tahan dengan hawa dingin yang menyelusup sampai tulang-tulang ini. lemak di tubuhku dan tubuhmu tak begitu banyak untuk digunakan sebagai zat pembakar yang menghangatkan badan. Menggigilkan kau di sana? Pakailah jaket atau selimut. Atau paling tidak lingkarkanlah syal di lehermu. Jangan biarkan angin dingin menyakiti tubuhmu. Nanti kamu sakit.

Di tengah kepungan udara dingin ini, di kamar sepi ini, aku bertanya kepadamu, apa yang kau rasakan? Tidakkah kau pun meresakan kenikmatan rahasia yang tengah kurasakan? Walau satu hari berjalan dalam tempo dua puluh empat jam waktu dunia, namun kurasakan sepertinya hari-hari berjalan begitu cepat dalam waktu cintaku. Segela peristiwa terasa legit bagai nira yang baru turun dari pohon tal. Jiwaku seperti melayang-layang ke sana kemari, dari bunga ke bunga menghisap sari, dari daun ke daun, dari kota ke kota, meluncur ke pelepah-pelepah mega, mandi uap di sana, memasuki istana yang dinding-dindingnya adalah awan yang bernyanyi meriah, mengarak-arak hidup untuk dijatuhkan ke tanah.

Mestinya kau lebih merasakan daripada yang kurasakan sebab ini terjadi karena kesunyianku menapaki jejakmu dari waktu ke waktu. Tentu yang dicari mempunyai lebih daripada yang mencari. Mutiara akan lebih berharga dan berkilauan ketika ada yang memburu, diriku ini. Walau kau tak tahu ada yang mencarimu, namun alangkah mustahilnya bagi jiwa abadi yang tak mampu menangkap rindu hanya karena mata tak saling bertatap dan mulut tak saling bercakap. Tidakkah segala yang pernah bersatu di dalam cinta akan selalu terhubung selamanya? Tidakkah sepasang bintang, camar, atau apa saja yang terbetik dalam kenangan tentang dua jiwa yang beriringan dalam diam, adalah kita, sayang? Kita pernah hadir di sana, juga di sini, di segala ruang yang sempat dijelajah akal. Berbusana raga inilah yang membuat kita terlupa tentang memori-memori kemesraan di taman tanpa aroma dan warna. Mungkin agar pertemuanku denganmu semakin mendebarkan karena saat kupandang matamu, pikiranku yang belum sepenuhnya takluk kepada Ruh, yang tak terdiam di ruang dan waktu, menerka, 

“Kaukah itu yang mengetuk-ngetuk pintu heningku di malam-malam durja riuh-rendah?”

Betapa cinta telah mengusik rahasia sang kekasih, namun ia tetap menjadi rahasia  di dalam dirinya sendiri.

Qafa bagaimana kabarmu?

Adaptasi dari sebuah tulisan status facebook Penerbit Javanica

Tidak ada komentar:

Posting Komentar