Menjelang subuh, aku terbangun. aku tersentak kaget. Ya Allah ampunilah hamba yang hina ini, ucapku
dalam hati. Lalu aku bangkit, wudhu, dan sholat subuh. Sepertinya Wahyudi, Nur,
Ahmad, Rio dan Ali subuh berjama’ah lalu mereka membaca Al-Qur’an. Selesai
sholat aku membaur dengan mereka.
“Kenapa kalian tidak membangunkanku untuk sholat berjama’ah?”
tanyaku.
“Maaf Mas, kami melihat Mas Amir sangat kelelahan. Jadi..” belum
selesai Nur bicara, ada seorang gadis berdiri di luar gerbang. Gadis yang tak
asing. Dia tersenyum, Wahyudi menyambut, “e Mbak Alisha, mari Mbak masuk!”
seraya membukakan pintu gerbang. Alisha tersenyum, “terimakasih.”
“Kak Amir!”
Aku tersenyum dan mengangguk. Ku tatap mata yang teduh itu. Rasa
iba aku rasakan. Seandainya Alisha itu seiman denganku, maka tanpa ragu aku
untuk mengiyakan perasaan itu. Pastinya senyuman itu hanyalah pura-pura saja.
Hati dan pikirannya pasti sedang remuk bagaikan dirajam. Dia memberikan sebuah
bungkusan padaku.
“Ini Kak, tadi orangtua aku kesini. Ini oleh-oleh dari Negara,”
ujar Alisha seraya menyodorkan dua bungkus Ayam Betutu. Betutu merupakan
makanan khas Bali yang paling terkenal yang terbuat dari ayam atau bebek yang
utuh, yang semua usus (organ dalam) dikeluarkan. Perut ayam kosong kemudian diisi
bumbu, kemudian dipanggang dalam api sekam.
“Kak Amir, ayo kita sambung lagi pembicaraan kita kemarin, kali
ini Alisha mau nanya tentang Nabi Muhammad. Siapa si Nabi Muhammad itu?”
ucapnya dengan penuh semangat.
Aku takjub dengan Alisha. Disaat anak muda yang jelas-jelas muslim
tidak peduli siapa itu Nabi Muhammad, kapan beliau lahir, dan kisah hidup
beliau. Namun, Alisha lain dari yang lain. Ia gadis Hindustan tapi fanatik
sekali dengan Islam. Benar-benar gadis yang misterius.
Aku tersenyum, “baiklah, aku akan mencoba sedikit mengisahkan
kisah hidup Nabi Muhammad,” aku memulai, “pada waktu itu umat manusia dalam
kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya. Lahirlah seorang bayi dari keluarga
sederhana di Kota Makkah. Seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi
sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim, bapaknya yang bernama Abdullah
meninggal kurang lebih 7 bulan sebelum beliau lahir. Kehadiran bayi itu
disambut oleh kakeknya Abdul Muhthalib dengan penuh kasih sayang dan kemudian
bayi itu dibawanya ke kaki Ka’bah. Di tempat suci itu lah bayi itu diberi nama
Muhammad suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para
ahli, kelahiran Nabi Muhammad itu pada tanggal 12 Rabiulawal Tahun Gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M,” jelasku
dengan menyeka air mata. Sebenarnya aku tak sanggup menceritakan kelahiran
Rasulullah.
“Kasihan sekali Muhammad kecil. Kenapa disebut tahun Gajah? lalu
bagaimana ibunya berjuang mengurusnya tanpa seorang ayah?” tanya Alisha
terharu.
Aku melanjutkan, “pada tahun Nabi lahir, memang orang Arab
menyebutnya dengan Tahun Gajah. Karena pada tahun itu, kota Makkah diserang
oleh suatu pasukan tentara orang Nasrani atau Kristen yang kuat di bawah
pimpinan Abrahah, gubernur dari Kerajaan Nasrani Abessinia, yang memerintah di
Yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan Ka’bah. Pada waktu itu Abrahah
berkendaraan Gajah. Namun, Allah melindungi Ka’bah dengan mengirimkan burung
Ababil yang membawa batu-batu dari neraka dan dijatuhkan ke pasukan Abrahah.
Tahun Gajah itu sebutan karena pada saat perang pasukan Abrahah menunggangi
Gajah,” jelasku.
“Kesedihan Nabi bukan hanya sampai pada Ayahnya meninggal,”
tambahku.
“Lalu?” tanya Alisha penasaran.
Aku menarik nafas. Mengatur emosi supaya air mataku tak mengalir,
“sesudah berusia lima tahun, Muhammad diantarkannya ke Makkah setelah
dititipkan kepada wanita badiyah
(dusun padang pasir). Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab terutama pada
orang-orang yang tergolong bangsawan. Menyusukan dan menitipakan bayi-bayi
mereka. Agar dapat menghirup hawa yang bersih, terhindar dari
penyakit-penyaikit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa
yang murni dan fasih. Demikian halnya Nabi Muhammad. Beliau diserahkan oleh
ibunya kepada seorang perempuan yang baik. Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad
kabilah Hawazin. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad diasuh dan
dibesarkan sampai berusia lima tahun. Sesudah lima tahun, Muhammad
diantarkannya kembali ke Makkah kepada ibundanya. Ibunda Siti Aminah. Setahun
kemudian, kira-kira beliau berusia enam tahun, beliau dibawa ibunya ke Madinah,
bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya,”
Alisha memotong ceritaku, “sahaya itu apa?”
Aku menjawab, “sahaya itu pembantu atau orang Arab menyebutnya
dengan budak.”
Ia menganggukkan kepala, “apa yang terjadi ketika Muhammad kecil
ke Madinah?”
Anak-anak menghampiri kami yang sedang berbincang-bincang. Aku
menggeser posisi dukukku. Begitu juga dengan Alisha.
Lalu aku meneruskan cerita, “maksud Nabi Muhammad dibawa ke
Madinah tak lain adalah untuk memperkenalkan ia kepada keluarga Neneknya Bani
Najjar dan untuk menziarahi makam Ayahnya. Mereka tinggal di Madinah kira-kira
satu bulan. Dalam perjalanan mereka pulang..,” belum aku menerusan, air mataku
kembali mengalir.
Nur bertanya, “kenapa Mas?” aku menyeka air mata. Menarik nafas
dalam-dalam mengatur emosi, “dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat,
Abwa’ namanya, tiba-tiba Siti Aminah jatuh sakit,” Alisha menyahut, “Ibunya
Muhammad?” aku meneruskan, “ya, Ibunda Siti Aminah jatuh sakit sehingga
meninggal dan dimakamkan di situ juga,” aku terisak tangis. Anak sekecil itu
sudah ditinggal ayah dan ibundanya.
Alisha juga meneteskan air mata, “sungguh cobaan yang besar bagi
seorang hamba yang dikasihi.”
“Apa itu Abwa’ Mas?” tanya Wahyudi.
“Abwa’ ialah nama sebuah desa yang terletak antara Madinah dan
Juhfah, kira-kira sejauh 23 mil di sebelah Selatan Kota Madinah.”
“Lalu setelah ibundanya meninggal, Muhammad hidup dengan siapa?”
tanya Alisha.
“Allah memiliki sekenario yang tidak manusia ketahui. Abdul
Muthalib. Beliau adalah kakek Muhammad. Kasih sayang kakeknya telah membuat
Muhammad Saw dapat hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasib karena kematian
ibunya. Akan tetapi..” air mata kembali mengalir. Membasahi pipiku. Semua
paham. Aku paling tidak bisa menceritakan kisa Rasul dengan segala musibah yang
menimpanya. Kisah yang penuh suka duka.
“Akan tetapi apa Kak?” desak Alisha.
“Teruskan Nur! aku tidak bisa,” bukan aku cengeng. Namun, siapa
yang tidak meneteskan air mata. Ketika
melihat anak kecil yang lahir dalam keadaan yatim. Belum sempat dewasa
sudah piatu. Rasa cinta yang membuatku menangis ketika bercerita akan kisah
Beliau.
Nur melanjutkan cerita, “dua tahun Muhammad merasa terhibur di
bawah asuhan kakeknya, orangtua yang baik hati itu meninggal pula. Dalam usia
delapan puluh tahun. Muhammad Saw ketika itu baru berusia delapan tahun. Lalu,
sesuai dengan wasiat Abdul Muthalib, maka Nabi Muhammad Saw diasuh oleh paman
beliau Abu Thalib bin Abdul Muthalib.”
Alisha memejamkan mata. Mengontrol emosi menahan air matanya.
Begitu juga denganku, “sepertinya tidaklah mungkin menyajikan Kisah Nabi
Muhammad secara lengkap dengan hanya satu hari atau bahkan hanya beberapa jam,”
ucap Alisha.
“Ya, benar sekali. Kalau memang kamu ingin mengetahui hikayat Nabi
Muhammad, kamu bisa baca buku Hayat
Muhammad oleh Husain Haikal. Atau buku biografi Muhammad yang lain,”
saranku.
Ia mengangguk, “bagaimana akhir dari perjalanan Muhammad?”
Mataku terperajat. Kaget. Aku paham dengan kata akhir perjalanan.
Pasti yang dimaksud Alisha ialah wafatnya Rasul.
“Bagaimana Kak? Dan apa yang beliau wariskan kepada umatnya yang
begitu banyak?” ia semakin mendesakku untuk bercerita. Bercerita tentang
wafatnya Rasul adalah hal yang sangat menyakitkan. Aku yakin seluruh umat Islam
pada waktu itu tidak menginginkan beliau wafat.
“Baiklah, akan aku ceritakan. Pada tanggal 2 Zulqaedah tahun 10 H, Rasulullah meninggalkan Madinah menuju Makkah
dengan 100.000 orang untuk mengerjakan ibadah haji. Setelah selesai mengerjakan
ibadah haji Nabi kembali ke Madinah. Nabi menderita demam beberapa hari,
sehingga tak dapat mengimami shalat jama’ah, maka disuruhlah Abu Bakar
menggantikan Beliau menjadi imam. Pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 Hijriyah bertepatan dengan 9 Juni 632
Masehi. Nabi kembali ke hadirat Allah dalam usia 63 tahun,” ceritaku
tersendu-sendu. Dadaku merasa sakit. Air mata deras mengalir. Inna lillahi wainna ilaihi raaji’un,
ucapku dalam hati.
“Lalu bagaimana dengan umatnya?”
“Dua puluh tiga tahun lamanya, sejak beliau diangkat menjadi Rasul
Allah, berjuang tak mengenal lelah dan derita untuk menegakkan agama Islam.
Nabi Muhammad telah wafat, telah meninggalkan umatnya, tak ada harta benda yang
berarti yang akan diwariskan kepada anak dan isterinya, tetapi beliau
meninggalkan dua buah pusaka yang diwariskannya kepada seluruh umatnya. Beliau
bersabda:
“Kutinggalkan untuk
kamu dua perkara (pusaka), taklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama
kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah RasulNya.” Begitulah kira-kira wasiat beliau.”
“Apa itu Kitabullah dan
Sunnah RasulNya?”
“Kitabullah dan Sunnah
RasulNya adalah pegangan umat Islam dalam menjalani kehidupan dunia dan
akhirat. Sulit menjelaskan karena keduanya itu adalah pusaka yang paling
berharga. Namun, secara gampang Kitabullah
itu kitab Allah. Al-Qur’an. Sedang Sunnah
itu ialah segala ucapan, perbuatan dan tindakan Rasul. Begitu kira-kira secara
gampang dipahami.”
Dia menatapku dengan mata yang teduh. Ada harapan besar disana.
Namun, tatapannya seperti menghilang ketika ada suara lembut memanggilku.
“Mas Amir, Mas Amir. Bangun Mas!”
Aku terbangun... dan ternyata semuanya hanyalah mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar