Minggu, 27 November 2016

Cerpen: Si Buku Telah Mati




Si Buku Telah Mati
Oleh: Kang Aswan

Seorang yang buta mata itu datang tanpa mata. Ia berjalan tertatih-tatih masuk ke kantor polisi dengan tangan meraba-raba  udara. Ia sangat terburu-buru. Sepertinya ada sesuatu yang sangat genting yang harus ia laporkan pada polisi. Mungkinkah ada kasus pencurian? Ataukah pembunuhan?
  
Dengan tenang komandan polisi menyambut pria buta itu,
“Selamat datang, Pak. Apa ada yang bisa kami bantu?”
“Iya, Komandan.”
“Memangnya ada apa, Pak? Kok, kelihatannya genting sekali?”
“Gawat, Pak Polisi. Gawat sekali.”
“Gawat? Apanya yang gawat, Pak?”
“Pokoknya gawat?”
“Iya gawat kenapa?” tanya komandan polisi kesal.
“Ada pembunuhan.”
Pak komandan tercengang. Lalu memangil dua polisi untuk menghadapnya,
“Sipa, ada apa, Komandan?”
“Ada kasus pembunuhan. Telusuri kasus ini. Bapak ini menjadi saksi, sekaligus sebagai pengadu.”
“Siap, Komandan.”
Kedua polisi itu kemudian mengajak pria buta untuk mengikuti penyelidikan kasus pembunuhan itu. Baru sepertiga perjalanan polisi dengan kumis tebal, muka dingin menyeramkan itu mengutarakan kebingungannya,
“Maaf sebelumnya, Pak. Sebenarnya, siapa yang dibunuh, dimana dan kenapa?”
Pria buta itu menundukkan kepala. Walaupun matanya buta dan terpejam, tapi air matanya tetap tidak bisa dibendung. Ia terisak tangis. Tangisnya terdengar sangat pilu. Sangat menyayat hati bagi yang mendengarnya. Ia tak mampu berkata-kata. Suaranya parau tak jelas.
“Tenang, Pak. Tarik nafas lalu hembuskan!” perintah polisi berwajah polos.
Hemmffftttt, wusssshhhhh....
“Nah, sudah tenang kan? Sekarang jelaskan pada kami!”
“Yang terbunuh adalah sahabat saya, Pak.”
“Siapa yang membunuh?”
“Yang membunuh ialah anak-anak muda sekarang.”
“Iya, siapa namanya?”
“Banyak nama, Pak. Ada TV, Internet, Komputer, Video Game, Facebook, Instagram, Line, WhatsApp, BBM, dan media sosial yang lain.”
“Dengar baik-baik, Pak, maksud saya seperti apa rupa orang itu?”
“Iya, memang mereka semua yang membunuh sahabat saya, Pak.”
“Anda jangan main-main dengan kami. Saya tembak nanti.”
“Serius saya, Pak.”
“Tunggu dulu, siapa nama sahabat, Anda?”
“Nama sahabat saya adalah “BUKU” Pak.”
“Buku? Itu nama orang?”
“Bapak ini bagaimana si? Buku ya buku, Pak.”
“Buku yang putih dan bertuliskan kata-kata yang mendadi kalimat lalu menjadi paragraf-paragraf itu? yang berisi tentang pemikiran, sejarah, puisi, cerita, hikayat, media pembelajaran dan kadang catatan seseorang itu?”
Pria buta itu menundukkan kepala lalu kembali menangis. Air matanya menetes-netes perlahan-lahan tapi terus-menerus dari lobang hitam bekas mata, ia yang duduk dikursi belakang  mobil polisi itu seperti patung yang hidup. Air mata mengalir membanjiri kabin mobil. Air mata mengalir memenuhi ruang mobil lalu luber sampai keluar dari celah-celah mobil turun kejalan dan masuk ke celah-celah trotoar.
“Jadi, yang terbunuh ini bukan orang tapi buku?”
“Iya, Pak.”
“Anda benar-benar tidak waras.”
“Pak, saya hanya kasihan kepada sahabat saya, Pak. Sebelum mata saya buta, saya yang rajin membacanya, memeliharanya, menemaninya, menyayanginya, selalu membawanya ketika saya pergi. Hanya saya, Pak. Ketika mata saya sudah buta, sahabat saya ditelantarkan, berdiam gelisah dirak-rak yang penuh debu dan sarang laba-laba. Banyak yang rusak dibuat bungkus gorengan, bungkus tahu lontong, bungkus cabe, bungkus kacang rebus, bungkus bumbu masak. Yang lebih sadis lagi, sahabat saya dibakar, dibuang, diabaikan, ditelantarkan. Kisah terbunuhnya sahabat saya ini lebih sangat memprihatinkan, Pak.  Buku telah mati, Pak. Padahal dia adalah jendela dunia, padahal dia adalah saksi sejarah, padahal dia adalah sumber rujukan. Kenapa dia dibunuh?”

 “Penyelidikan hari ini ditunda, dimulai lagi besok .”   ucap polisi berwajah seram dan menurunkan pria buta di pinggir jalan. Lalu meninggalkannya.        
***           
Dalam perjalanan kembali ke kantor, Polisi bermuka seram berkata pada  Polisi bermuka polos,“Bayangkanlah betapa seseorang harus kehilangan kewarasannya demi keadilan dan kebenaran. Tidakkah aku sebagai hamba hukum mestinya berkorban yang lebih besar lagi?”           
polisi bermuka polos itu ingin menjawab dengan sesuatu yang menghilangkan rasa bersalah, semacam kalimat, “Kebenaran tidak pernah salah.” Namun polisi berwajah seram telah tertidur dalam kemacetan jalan yang menjengkelkan. 


Singaraja, 27 November 2016
               

Jumat, 25 November 2016

RAPUH


By: Kang Aswan
Ketika ruh meninggalkan jasad..
Ketika mata tak lagi melihat..
Apa yg akan aku lakukan?
Ketika ruh meninggalkan jasad..
Ketika telinga tak mendengar..
Apa yg akan aku lakukan?
Ketika sudah ada denyut tiga kali di umbun-umbun..
Apa yg akan aku lakukan?
Aku rapuh..
Bagaikan daun kering, yang jatuh dari ranting..
Meninggalkan semua yg di dunia..
Menuju dunia baru..
Menuju rumah baru..
Menuju alam baru..
Aku rapuh..
Ketika malaikat pencabut nyawa memetik daun yg tertulis nama ku..
Daun di lauh mahfudz..
Aku rapuh..
Aku rapuh..
Aku rapuh..

RESOLUSI JIHAD RADIUS 94 KM


(Sejarah yang disembunyikan)
By : Kang Aswan
Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi titik tolak semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk menggapai kemerdekaan dan pengakuan di dunia Internasional.
Akan tetapi, kondisi dunia Internasional masih dalam kondisi perang dunia II. Penggunaan hukum internasional hanya untuk memenuhi kepentingan negara-negara pemenangan pertempuran. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh Belanda dan Sekutunya untuk kembali menguasai Indonesia.
Melihat kondisi dan situasi yang membahayakan kedaulatan tanah air, PBNU merapatkan barisan. KH Hasyim Asy'ari memanggil KH A. Wahab Hasbullah, KH Bisri Sayansuri, serta para kiai lainnya guna mengumpulkan para kiai se-Jawa dan Madura untuk berkumpul di Surabaya, di kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jl. Bubutan VI/2.
Rapat darurat yang dilakukan oleh PBNU yang dipimpin oleh KH A. Wahab Hasbullah menemukan titik temu, akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1945 KH Hasyim Asy'ari atas nama HB (hoofbestuur, pengurus besar) organisasi NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang kemudian dikenal dengan "RESOLUSI JIHAD". Yang mewajibkan bagi tiap-tiap orang Islam (fardlu 'ain) yang berada dalam jarak radius 94 km ( yakni jarak dimana umat Islam boleh melakukan sholat jama' dan qasr).

REFERENSI
Ghofir Jamal. 2012. Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jamah Pendiri dan Penggerak NU. Tuban. GP Ansor.
Ubaid Abdullah. 2015. Nasionalisme dan Islam Nusantara. Jakarta. Kompas.


Sahabat dan saudara ku IPNU, IPPNU, GP Ansor, BANSER, Fatayat NU, saudara ku dari Persatuan Pencak Silat PAGAR NUSA NU, dll. Tauakah kalian tentang sejarah ini? Mungkin jawabannya adalah sebagian dari kalian tau akan sejarah ini.
Sahabat dan saudara ku sekalian marilah kita rapat kan barisan, rapat kan sof untuk selalu menjaga persatuan NU khususnya dan NKRI umumnya.
Marilah kita hidupkan kembali tradisi-tradisi ke-NU ab. Mulai dari hal yang paling kecil hingga yang paling besar.
Teringat pernyatan dari KH As'ad Syamsul Arifin, " orang yang mau mengurusi NU dan menjadi warga nahdliyin yang baik, maka di akhirat akan bersama dengan saya."
Sahabat dan saudara ku sekalian marilah kita sejenak membacakan surat Al-fatihah kepada KH. Khalil Bangkalan, KH Hasyim Asy'ari, KH A Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri, Kiai Abbas Buntet, Kiai Satori Arjawinagun, Kiai Amin Babakan Ciwaringin Cirebon, Kiai Suja'i Indramayu, KH Ridwan, Syekh Dhofir menantu dari KH Khalil Bangkalan, KH As'ad Syamsul Arifin, KH Wahid Hasyim, KH Abdurrahman Wahid dan kiai-kiai yang telah berjuang dalam pendiri dan Penggerak NU. Al-Fatihah.
Semoga bermanfaat.

AKU PASRAH DALAM RANGKUL TAKDIR-MU YA ALLAH


By: Kang Aswan
Aku mencari sebagian diri ku yang telah hilang. Hilang terbawa oleh cinta yang singkat ini.
Dia yang ku kagumi lebih daripada aku mengagumi cinta yang lain. Tatapan mata yang dalam, kata-kata yang manis yang begitu menyihir hati untuk berkata, "Aku mencintai mu".
Dia yang mengusik relung jiwa ku, dia yang membuat getaran-getaran dalam hati. Getaran yang membuatku pergi dari alam bawah sadar ku. Aku terlena dari wajah cantik bak ratu bilgis modern. Aku terlena akan kata-kata, "jangan khawatir, aku tidak akan meninggalkan mu".
Cinta yang ku beri suci dari hati. Putih bersih dalam ikatan tali lantunan-lantunan ayat-ayat suci. Cinta yang terbalut dari bumbu-bumbu ta'aruf kini telah menjadi cinta yang saling tak mengenal. Cinta yang tak ada nama. Cinta yang tak ada status. Cinta yang telah rusak.
Ya Allah, aku pasrahkan kerinduan ini dalam rangkulan takdir-Mu. Aku pasrahkan dia yang aku cintai pada-Mu, bahagiakanlah dia.
Aku ikhlaskan semuanya pada-Mu. Jadikanlah aku seorang yang mampu memahami kata,"Cinta tak harus memiliki".
Ya Allah jika cinta adalah KERINDUAN , maka jadikanlah rindu ini jalan untuk selalu mengingat-Mu.
Jika cinta adalah PERJUANGAN, maka kobarkan semangat kebaikan di jiwaku.
Jika cinta adalah PENGORBANAN, maka jadikan pengorbanan initidak sia-sia di sisi-Mu.
Jika cinta adalah AIR MATA, maka jadikan airmata ini karena bertaubat kepada-Mu.
Jika cinta adalah KESETIAAN, maka jadikan cinta ini tetap setia untuk mentaati-Mu.
Jika cinta adalah PENANTIAN, maka berilah kesabaran dalam menanti ketetapan-Mu.
Jika cinta adalah KEINDAHAN, maka jagalah agar ia tetap tulus dan suci dalam bingkai yang Engkau ridhai.

PANTASKAH KITA SOMBONG

Ada sebuah kisah seseorang yang hidup sendiri an di atas gunung. Orang itu hanya ber ibadah sepanjang hidupnya hingga 500 tahun tanpa melakukan kemaksiatan.
Suatu hari dia berdoa kepada Allah. Dalam doanya ia meminta agar kelak ketika dia meninggal, dia meminta agar meninggal dalam keadaan sujud.
Doa itupun terkabulkan. Dia meninggal dengan keadaan sujud. Orang yang begitu suci selama 500 tahun hidupnya hanya digunakan untuk beribadah menyembah Allah. Akan tetapi ada sedikit kesombongan dalam hati membuatnya lupa akan rahmat Allah.
Dalam dialognya dengan Allah.
Allah bertannya, "wahai hamba ku yang taat, bekal apa yang kamu bawa hingga kamu yakin akan masuk surga?".
Orang alim itupun menjawab dengan penuh percaya diri. "Hamba yakin masuk surga karena amal ibadah hamba".
Lalu Allah berkata pada malaikat. "Wahai malaikat, masukkan orang ini kedalam neraka, karena dia telah sombong terhadap ku".
Orang itupun kebingungan, kenapa dia dimasukkan di neraka padahal selama hidup dia tidak pernah melakukan kemaksiatan apa pun.
Lalu Allah berkata pada nya. "Wahai hamba ku, apakah kamu lupa siapa yang memberikan mata untuk melihat, siapa yang telah memberikan telinga untuk mendengar, dan siapa yang memberikan kesehatan sehingga kamu bisa menjalankan ibadah?"
Dia pun menjawab. "Engkau Ya Allah."
Lalu Allah kembali bertanya. "Lalu bagaimana kau bisa mengatakan kalau kamu masuk surga karena amal ibadah mu, padahal kamu masuk surga karena rahmat ku."
Seketika itupun hamba yang taat itu bersujud meminta ampunan pada Allah atas kelalaiannya.
Teringat juga kisah Imam Ghozali dan seekor lalat. Waktu Imam Ghozali sedang menulis ada seekor lalat hinggap di pucuk penanya dan minum tintanya. Lalu Imam Ghazali membiarkan lalat itu minum karena kasihan. Perlu di ketahui bahwa Imam Ghozali masuk surga buka karena ibadahnya dan juga bukan karena karya tulisnya. Tapi Imam Ghozali masuk surga karena kasihan pada seekor lalat.
Teringat juga kisah Syaidinna Umar bin Khatab dan seekor burung pipit. Suatu hari ketika beliau berjalan dan melihat ada anak kecil sedang mencabut bulu-bulu burung pipit. Lalu beliau mendekati anak itu dan berkata.
"Biar saya beli burung itu nak." Syaidinna Umar pun membeli burung yang tersiksa itu lalu melepaskannya. Perlu di ketahui juga Syaidinna Umar masuk surga juga bukan karena ketaatannya tapi karena menolong burung tersebut.
Sahabat renungkanlah kisah-kisah ini. Seorang yang ibadah 500 tahun, seorang Khalifah sekaligus sahabat Rasul, dan seorang Imam besar yang jelas2 taat beribadah kepada Allah saja masuk surga bukan karena ibadah meraka. Lalu bagaimana dengan kita? Kita yang masih jarang beribadah, kita yang masih melakukan kemaksiatan, apa kita pantas masuk surga?
Ketahuilah bukan amal ibadah yang menjamin masuk surga akan tetapi rahmat Allah lah yang akan membawa kita masuk surga.
Sahabat ku sekalian marilah kita berbuat baik dalam bulan yang penuh berkah ini. Semoga di bulan yang penuh kasih ini kita selalu mendapatkan rahmat Allah SWT. Ammiiin

SUMBER
Kitab Irsyadul Ibad karya asy Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary

PENDIDIKAN BUKAN LADANG BISNIS

Pendidikan bukan ladang bisnis. Membingungkan memang bagaimana bisa pendidikan dijadikan ladang bisnis? Sangat bisa pendidikan itu dijadikan ladang bisnis. Nah. Mari kita kaji sama-sama.
Berbincang-bincang dengan mas Mahrus mengenai pendidikan membuat ku galau sampai saat ini. Kenapa tidak, Mas Mahrus bilang kalau pendidikan saat ini kebanyakan dijadikan sebagai ladang bisnis. Kenapa bisa demikian? Apakah dalam dunia pendidikan banyak korupsi? Atau dalam pendidikan ada transaksi jual beli?
Jawabannya adalah ada. Pendidikan memang tempat untuk mencetak generasi muda. Tapi patut kita analisa, patut kita teliti bahwa banyak sekali skandal-skandal bisnis dalam pendidikan. Contoh riel saat ini, banyak dalam dunia pendidikan hanya dikuasai oleh satu keluarga atau dinasti.
Satu sudah punya kuasa misal bapaknya menjadi kepala sekolah lalu ibunya menjadi guru, punya anak diangkat jadi guru lagi, punya kerabat diangkat menjadi guru juga. Nah, secara tidak langsung saya dan Mas Mahrus berfikir bahwa pendidikan digunakan sebgai ladang bisnis bukan pengabdian.
Bukan hanya di sekolah. Tapi tingkat Universitas pun juga demikian. Banyak dosen yang satu keluarga. Dari mulai dosen, dekan, kejur, rektor, dan bahkan satpam itu keluarga semua. Tak sedikit juga dosen mewajibkan untuk membeli bukunya. Apa ini? Pendidikan sebagai wadah untuk mencetak generasi muda telah tercemari oleh oknum-oknum yang hanya mementingkan diri sendiri.
Mulai sekarang. Tingkatkan kesadaran kita. Khususnya sebagai seorang mahasiswa harus bisa kritis menanggapi masalah-masalah seperti ini. Agar penyakit-penyakit seperti tidak berkembang dan malah menjadi overdosis. Mencegah lebih baik daripada mengobati.

HILANGNYA BUDAYA INTELEKTUAL DAN PERGERAKAN MAHASISWA

Gerakan mahasiswa adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam atau di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis di dalamnya.
Dalam perjuangan bangsa Indonesia, pergerakan mahasiswa sering kali menjadi cikal bakal perjuangan nasional seperti Boedi Oetomo (1908) STOVIA, Indische Vereeninging, Indesche Partij, Indonesische Studie-Club, Algeneene Studie-Club, Sumpah Pemuda (1928), Resolusi Jihad, 3 Asrama, HMI (1947), PPMI, GMNI, GAMSOS, CGMI, KAMI, MALARI hingga gerakan mahasiswa yang paling fenomenal yaitu gerakan mahasiswa 1998 era reformasi yang menurunkan rezim Soeharto.
Lain masa lain cerita. Banyak yang berpendapat bahwa jiwa-jiwa mahasiswa yang terkenal dengan Agent of Change kini hanyalah julukan belaka. Nah, mari kita telusuri bersama apa yang menyebabkan mentalitas mahasiswa itu turun.
Melalui pengalaman pribadi saya dan pengalaman bertemu dengan "bekas" aktivis mahasiswa, kebanyakan mantan aktivis mahasiswa berpendapat bahwa kualitas mahasiswa saat ini tidak lebih baik daripada mahasiswa jaman dulu. Benarkah itu? Belum tentu benar apa yang mereka katakan. Kita tidak dapat menilai secara parsial. Namun kita harus melihat dan menganalisis secara keseluruhan berdasarkan data dan fakta.
Memang jika kita lihat dari sejarah perjuangan dan pergerakan, mahasiswa jaman dulu sangat terlihat sekali pergerakannya. Mereka berjuang dalam ranah politik dan sosial. Tapi apakah makna perjuangan mahasiswa di dipersempit sebagai perjuangan politik-sosial saja? Keliru kesannya jika mengesampingkan peran mahasiswa dalam perkembangan dalam bidang keilmuan, sains dan teknologi. Jadi mahasiswa saat ini tidak semua dapat digolongkan sebagai mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan.
Okey, itu sebagi pembelaan saya sebagai mahasiswa saat ini hehehe, saya tidak mau dicap kalau mahasiswa dulu itu kualitasnya lebih baik daripada mahasiswa saat ini.
Kembali ke pembahasan yaitu mengenai hilangnya jiwa pergerakan mahasiswa saat ini. Dari beberapa artikel yang saya baca ada beberapa penyebab hilang jiwa pergerakan mahasiswa. Pertama, lunturnya ideologi gerakan. Saat ini gerakan mahasiswa telah kehilangan ideologi sehingga stigma mahasiswa yang terjun di berbagai organisasi kampus baik intra maupun eksra sudah mengalami titik kejenuhan dan kebosanan. Hal itu mengakibatkan lunturnya rasa sensitivisme serta responsbility aktivis mahasiswa terhadap perubahan sosial, dampaknya adalah gerakan mahasiswa mengalami disorientasi.
Kedua, gerakan mahasiswa sudah tidak dianggap sebagai kekuatan besar dalam mengawal perubahan. Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai gerakan mahasiswa lewat berbagai aksi demonstrasi yang jarang menghasilkan perubahan yang signifikan. Suara mahasiswa sebagai manifestasi suara rakyat sudah tidak mempan dalam melakukan kritik serta kontrol terhadap kinerja pemerintah. Hal itulah yang pada akhirnya menjadikan gerakan mahasiswa menjadi semakin tumpul.
Ketiga, sudah tidak ada lagi kebanggaan menjadi seorang aktivis. Gerakan mahasiswa selalu identik dengan para aktivis kampus, namun saat ini menjadi seorang aktivis kampus bukanlah menjadi pilihan utama mahasiswa karena dianggap sebagai batu sandungan dalam meraih prestasi akademik. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika saat ini jumlah aktivis kampus semakin sedikit.
Keempat, adanya tindakan represif dari pemerintah. Sebagai langkah preventifuntuk menangkal setiap gerakan mahasiswa, saat ini pemerintah lebih memilih tindakan yang represif. Tak jarang kekerasan fisik dilakukan aparat pemerintah untuk mencegah aksi dan gerakan mahasiswa. Sehingga tidak mengherankan jika gerakan mahasiswa menjadi melemah karena adanya rasa takut akan eksistensi dan keselamatan jiwa para aktivis.
Kelima, minimnya dukungan dari masyarakat. Gerakan mahasiswa yang sering berakhir dengan kericuhan, serta seringnya mahasiswa melakukan pengrusakan terhadap berbagai fasilitas umum saat melakukan aksi-aksi demonstrasi menjadikan citra mahasiswa menjadi menurun di mata masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap gerakan mahasiswa semakin memudar.
Keenam, adanya politik kepentingan mahasiswa. Saat ini orientasi mahasiswa dalam melakukan gerakan bukan lagi murni berjuang demi kepentingan rakyat melainkan lebih dikarenakan adanya politikkepentingan. Hal itulah yang menjadikan pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis, dan hanya memikirkan soal untung-rugi.
Ketujuh, ancaman universitas. Ancaman pihak universitas juga mempengaruhi pergerakan mahasiswa. Tak sedikit universitas akan menegur atau bahkan men-DO mahasiswanya jika ketauhan ikut dalam aksi-aksi pergerakan.
Kedelapan, arus globalisasi. Di zaman yang modern ini mahasiswa sangat jelas kesannya bersifat individual. Dengan adanya hp dan sebagainya membuat rasa solidaritas mahasiswa itu hilang. Cuek dengan keadaan dan kebanyakan mahasiswa hanya memikirkan diri sendiri. Pikiran setelah kuliah kerja itu juga sangat mempengaruhi mentalitas perjuangan mahasiswa.
Faktor-faktor tersebutlah yang secara umum melemahkan pergerakan mahasiswa sehingga mahasiswa saat ini terkesan tidak bisa apa-apa. Akan tetapi dari sekian banyak mahasiswa yang cuek dengan masalah-masalah di negara ini masih ada segelintir mahasiswa yang peduli akan keadaan negara ini. Melalui pergerakan-pergerakan demonstrasi, lalu menulis opini, menciptakan hal-hal yang baru (inovasion), pengabdian kepada masyarakat dan aksi-aksi yang lain.
Jujur saya sebagai mahasiswa saat ini kadang juga merasa ada yang hilang dari peran mahasiswa. Saya merasa mahasiswa saat ini lebih manja dan berkesan penakut. Saya juga termasuk hehehe.
Sahabat-sahabat mahasiswa dari sabang sampai merauke. Marilah kita hidupkan kembali masa-masa dimana kita mahasiswa bersatu pada membentuk barisan ikut serta dalam pembangunan negara tercinta ini. Genggam tangan menjalin persatuan. Apa kalian tidak malu dengan embel-embel kalian "Agent of Change" akan tetapi kalian belum sedikitpun membuat perubahan termasuk saya sendiri. Jangan takut dan jangan pernah takut. Seperti kata-kata yang pernah saya dengar waktu pertemuan dengan dekan fakultas di auditorium universitas saya. Kalau tidak salah dia mahasiswa jurusan akuntansi. Dia mengatakan. "Mahasiswa takut dengan dosen, dosen takut dengan dekan, dekan takut dengan rektor, rektor takut dengan menteri, menteri takut dengan presiden, tapi presiden takut dengan mahasiswa." Begitulah kira-kira.
Sahabat sivitas mahasiswa jika tulisan saya ada unsur SARA atau sahabat sekalian merasa ada kata yang tidak berkenan dihati, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Karena saya hanyalah mahluk yang jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.
Sekian dan terimakasih. Salam pergerakan

Suasana Lebaran di desa ku Desa Gaji




Suasana lebaran di desa memang sangat mengasyikan, oleh sebab itulah lebaran ini menjadi magnet yang kuat bagi para orang perantauan sehingga mereka menyempatkan waktu liburan lebaran untuk mudik atau pulang ke kampung halamannya.
Desa Gaji merupakan salah satu Desa di Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban Jawa Timur. Dimana desa ini terletak di antara dua aliran sungai yaitu Sungai Desa Kedung Rejo dan Sungai Desa Wolutengah.
Suasana lebaran seperti ini banyak sekali aneka kegiatan lebaran sejak setelah sholat asyar. Seperti pembagian beras zakat fitrah di setiap mushola-mushola, lalu dilanjutkan dengan takbir keliling desa oleh remaja masjid, IPNU, IPPNU dan semua santri mushola yang ada di Desa Gaji.
Mungkin kegiatan diatas sama seperti yang dilakukan oleh desa-desa yang lain akan tetapi ada kegiatan yang unik yaitu "Tongklek".
Ya, tongklek menurut warga sekitar berasal dari dua kata yaitu " tong" dan "klek". Tong berarti alat yang digunakan dari gentong dan Klek berarti yang memainkannya sambil joged cengklak cengklek.
Tongklek adalah suatu seni musik yang dimainkan oleh beberapa orang dengan menggunakan alat-alat gamelan dan alat-alat seadanya. Alat- alat tongklek biasanya menggunakan Gambangan ( salah satu instrumen yang terdapat dalam orkes Gambang Kromong dan Gambang Rancag, biasanya terbuat dari bambu, kayu dan besi kuningan), Bonang, Gong, Gentong, Galon, Drum, Kentongan bambu, Tamborin, Simbal dll.
Tongklek sangat populer di Kabupaten Tuban, tak khayal memang jika selama bulan ramadhan banyak sekali kegiatan lomba tongklek. Dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.
Tongklek juga biasa dilakukan warga untuk membangunkan orang-orang di waktu sahur. Akan tetapi berbeda dengan daerah di Indonesia yang umumnya membangunkan orang sahur dengan bedug atau sebagainya, di daerah ku membangunkan sahur dengan tongklek yang membawakan lagu-lagu seperti dangdut, pop, sholawatan hingga reggae dengan menggunakan alat-alat seperti yang ada di atas.
Inilah keunikan suasana lebaran yang ada di desa ku, Desa Gaji Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Semoga Tongklek tetap eksis sebagi seni musik yang unik. Dan dapat dipromosikan kepada dunia sebagai warisan budaya nusantara.

SAYUR LADANG ALA DUSUN KARANGBINANGUN

potone Kang Aswan
By: Kang Aswan

Dusun Karangbinangun merupakan salah satu dusun dari Desa Gaji Kecamatan Kerek Kabupaten Tuban. Dimana dusun ini terletak paling selatan dari Desa Gaji.
Saya menyebut dusun ini sebagai surga kecil yang jatuh ke bumi. Hamparan sawah dan ladang membentang, gunung tinggi menjulang dan telaga dengan biru airnya membuat desa ini sangat asri.
Dusun yang dikelilingi oleh pohon bambu ini memiliki makanan yang lezat. Makanan sederhana namun dapat menggoyang lidah bagi penikmatnya.
Jangan tegal. Ya, penduduk setempat menamainya dengan "jangan tegal" atau dalam bahasa Indonesia berarti sayur ladang. Sesuai dengan namanya tak salah kalau sayur ini dibuat di tegal/ladang.
Sayur ini sangat sederhana. Biasanya berisi singkong, kacang panjang, kecipir, keplek/koro, talas, dan sayur-sayur yang lain. Untuk bumbu juga sangat sederhana hanya terdiri dari cabe, garam, daun sinom dan kacang tanah.
Biasanya sayur ini cocok dimakan dengan nasi jagung dan ikan pindang.
Sahabat kalau kalian berkunjung ke dusun saya ini, jangan lewatkan kuliner yang legendaris ini.
Selamat mencoba.

GORESAN PENA MENJEMPUT SURYA SENJA


By: Kang Aswan

Senja menyapa langit Bumi Ronggolawe..
Merah menyala, malu dibalik awan..
Terdengar teriakan sang penggembala..
Mengaung-ngaung bersorak sorai..
Membentak para binatang gembala..

Pena itu tergeletak manja dibawah susunan buku-bukuku..
Ku ambil..
Ku goreskan susunan kata dalam barisan-barisan..
Spasi..
Ya, jelas..
Tak ada gunanya kalimat tanpa spasi..
Ada dialektika dalam hati..
Ada konflik dalam hati..
Ada banyak sekali penyesalan-penyesalan dalam hati..
Buat apa pacaran kalau baca buku lebih mengasyikan..
Buat apa mencintai kalau cinta sesungguhnya adalah cinta dalam ikatan halal..
Buat apa mencintai kalau cinta itu sia-sia seperti Laila dan Majnun..
Buat apa mencintai kalau cinta itu seperti Zulaikah mencintai Nabi Yusuf..
Buat apa?
Pena terus menari..
Merangkai kata yang bermakna..
Memberi sedikit hawa suci dalam jiwa..
Hamba hina..
Hamba hina..
Hamba hina..
Senja kali ini beda dengan hari-hari lalu..
Indah sekali..
Ribuan Pohon Bambu menari dibawahnya..
Sekan menggelengkan kepala berdzikir tauhid kepadaNya..
Hati ini bergetar..
Tak henti mengucap Tasbih..
Tak henti mengucap Tahmid..
Tak henti mengucap Takbir..
Senja menyapa di Langit Ronggolawe..

Tuban, 29 Juli 2016
Antara Tuban & Singaraja

Surat Untuk Umat Beragama



"Surat Untuk Umat Beragama"
(Menumbuhkan sikap Pluralisme dan Toleransi)
By: Kang Aswan

Dunia. Telah berusia 18 milyar tahun. Tentu banyak sekali kejadian-kejadian yang mewarnai jagad raya ini.
Kriminalitas, terorisme, pidana, politik, sara, ekonomi, sosial-budaya, agama hingga Hak Asasi Manusia (HAM) telah menjadi segelintir warna yang bisa mengubah hitam putih dunia.
Diantara hitam putih dunia, konflik antar agama masih menjadi PR besar bagi umat yang mengaku beragama atau umat yang benar-benar beragama seluruh dunia umumnya dan Indonesia khususnya.
Benar, kerukunan umat beragama di Indonesia masih menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul hingga kini masih belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso dan yang paling terbaru ini di Tanjung Balai masih menyisakan masalah. Ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan sekitarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengetahuan masyarakat tentang toleransi patut di tinjau ulang.
Adanya perubahan di era saat ini seharusnya menjadi hal positif bagi masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi, masyarakat seharusnya lebih bisa memahami arti tentang persatuan dan kesatuan. Akan tetapi kenyataan yang terjadi malah sebaliknya. Runtuhnya Pemerintahan Orde Baru dan digantikan Era Reformasi tahun 1998 membawa dampak kebebasan yang kurang terkendali. Hal ini akan sangat berbahaya ketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang heterogenitas cukup tinggi seperti Indonesia.
Toleransi dan pluralisme sangat penting jika disandingkan dengan umat beragama. Dua hal ini bagaikan rokok dan kopi yang sangat nikmat jika dinikmati bersamaan.
Semua agama itu sama sejatinya. Akan tetapi hanya berbeda jalan serta alurnya saja. Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik hingga Kong Hu Cu sejatinya sama. Tapi oknum-oknum yang fanatik telah mencemari keindahan beragama. Orang yang dikatakan umat beragama adalah orang yang menjalankan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Kalau orang yang yang belum bisa menjalankan kedua hal tersebut maka mereka bukan umat beragama.
Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, marilah kita tingkatkan kesadaran, tingkatkan toleransi antar umat beragama. Kita semua saudara, kita semua adalah umat Tuhan, kita ibarat satu tubuh, yang satu sakit maka yang lain akan sakit.
Lihatlah Bali. Bali telah mengajarkan kita tentang indahnya toleransi. Semua agama hidup berdampingan disana. Sebelah kanan bersholat, sebelah kiri sembahyang. Disana azan, disini tri sabdiya. Disana sholawat, disini puji Tuhan.
Begitulah, hidayah Allah SWT meresap kehati melalui pengalaman dan hidup ditengah masyarakat yg sangat heterogen, bukan hanya berbeda keyakinan namun juga berbeda budaya yg dibawa dari mancanegara. Semua itu membuat ummat beragama disini atas ijin Allah SWT semakin dekat ajaran islam yg toleran, santun, bijaksana, akurat, dan tegas.

Panggil Aku Tahanan Nomor 1998





 Oleh: Kang Aswan

Pagi itu, aku terbangun dari mati sementara. Sinar mentari itu membagunkaku, menerobos lewat celah-celah jeruji besi tanpa permisi. Ku rapikan rambut panjang nan gimbal ini. Entah berapa lama aku tidak merasakan lembutnya busa sampo. Dan entah berapa lama aku tidak mencium keharumannya. Sampai saat ini aku masih bertanya-tanya apa salahku? Sehingga aku terkurung dalam ruang sempit nan menyiksa ini.

“Apa salahku?”

Kata itu selalu aku tanyakan kepada sinar rembulan, sinar matahari, debu yang menempel setia di dinding, kepada nyamuk yang ganas, bau pesing bahkan jamban. Tapi, tak satupun dapat menjawab dengan jawaban yang memuaskan. Ketika aku bertanya kepada nyamuk, “Apa salahku?” ia hanya menjawab, “Ngiiiingg,” bahasa apa itu aku tidak tahu. Ketika aku bertanya kepada jamban, ia malah menjawab dengan menyemburkan bau yang sangat mengerikan.

Seingatku, aku hanya menulis tentang kekejaman pemerintah terhadap rakyat. Penindasan kaum otoriter. Aku hanya menulis tentang rintihan rakyat. Aku hanya menulis tentang hak rakyat yang belum terpenuhi. Lalu, kenapa aku ditangkap dan dimasukkan ke dalam ruangan yang bau dan sangat menyiksa ini? apa salahku Tuhan?


“Ada seorang pria di seberang perbatasan yang ingin membuat onar,” kata-kata itu masih teringat jelas dalam ingatanku sebelum sebatang kayu mendarat mulus ditengkuk dan membuatku tak sadarkan diri.

Aku melihat hari-hari, bulan, tahun sampai sekian lama. Dari tanah-tanah ini datang keharuman pertanian padi. Sinar matahari yang membakar ini mengingatkanku pada gabah yang sudah menguning yang jeraminya digelayuti oleh pipit-pipit nakal.  Hujan ini membawaku bersama perjalanan musim. Mereka mengatakan bahwa ini adalah karena kesalahanku sendiri, lalu aku harus bagaimana ketika melihat rakyat menderita karena pemimpinya, lalu aku harus bagaimana melihat sawah-sawah itu dikeruk tanahnya, lalu aku harus bagaimana melihat rumah-rumah itu digusur? Apa aku harus diam? Sayangnya tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaanku di ruangan ini.

Aku melihat seorang malaikat yang telah turun dari surga. Aku pasrah ketika itu. Tapi malaikat itu berkata, 

“Kau belum saatnya lenyap. Masa yang kau inginkan akan segera datang.” 

Kata-kata itu menjadi lecutan semangat jiwa yang sudah hanpir lepas dari jasadnya.

Dia menyebut dirinya Mahasiswa dan dia memanggil aku Pejuang.  Dia orang asing tetapi memperlakukanku seperti dirinya sendiri. Mendengar kata-kata jujurnya, aku merasa seperti hidup sekali lagi. Mendengar ikrar dan janjinya, aku merasa seperti melakukan sesuatu yang lebih.

Mereka mengatakan dia bukan salah satu dariku lalu.. mengapa ia melawan dunia untukku. Mereka mengatakan 17 Agustus adalah hari kemerdekaan, lalu kenapa mereka mencuri kemerdekaanku? Dia mengatakan bahwa aku tidak seperti dia lalu kenapa dia terlihat seperti aku?

Aku tahanan nomor 1998, melihat melalui jeruji penjara.

Aku melihat negeri-ku diselimuti oleh rona desaku. Untuk membuat impian negeriku  jadi kenyataan aku telah melupakan diriku sendiri. Untuk melayani orang-orang yang aku cintai aku telah meninggalkan cinta pada diriku sendiri. Sekarang aku merasa seperti mengisinya dengan kebahagiaan. Aku merasa seperti hidup selamanya untuk mereka.

Mereka mengatakan negara ini bukan milikku. Lalu, kenapa aku boleh tinggal di sini? Dia mengatakan bahwa aku tidak seperti dia, lalu kenapa dia terlihat seperti aku?

Aku tahanan nomor 1998, melihat melalui jeruji penjara.

Kabarnya, sekarang negaraku sudah merdeka. Berkat peran malaikat bernama Mahasiswa, negeriku bebas dari kekangan kaum otoriter.
Semoga negeraku tak kembali pada masa-masa kelam itu.
Aku ucapkan terimakasih atas peran pentingmu wahai malaikat. Aku sudah tidak ingat namaku. Jadi, kalau kau ingin mengatakan “sama-sama” panggil saja aku “Tahanan nomor 1998.”

Singaraja, 26 November 2016