
Oleh: Kang Aswan
Kepada Mohammad Amirullah
Seorang mahasiswa dari Tuban yang lembut hatinya dan berbudi
mulia.
Selamat malam Wahai Kekasih Tuhan.
Kepadamu kukirimkan salam
terindah, salam sejahtera kepada orang-orang yang dikasihi Sang Hyang Widhi
Wasa. Salam yang harumnya melebihi kasturi dan dupa harum Sri Khrisna, sejuknya
melebihi embun pagi. Salam hangat sehangat sinar mentari. Salam suci sesuci air
telaga Kautsar dan sesuci Tirtha . Salam penghormatan.
Wahai orang yang dikasihi,
Entah dari mana aku mulai
dan menyusun kata-kata untuk mengungkapkan segala sendu dan perasaan sesak yang ada di dalam dada. Saat kau baca suratku
ini anggaplah aku ada dihadapanmu. Saat ini aku sangat merindukanmu.
Wahai orang yang dikasihi,
Hari itu aku mengira, aku
akan habis karena kertas itu jatuh. Kertas itu adalah kertas yang sangat
berharga bagi temanku. Kertas itu berisi sebuah tulisan tangan temanku. Dia
menitipkan tulisan itu untuk Ayahnya yang bekerja di Singaraja. Pasti itu
berisi surat.
Wahai orang yang dikasihi,
Hari itu juga aku mengira
akan dijadikan santapan penjual nasi goreng. Kau datang bagaikan Mikail
menurunkan hujan bagi tanaman yang kekeringan. Kau datang bagaikan Sri Khrisna
yang mengangkat bukit Govardana untuk melindungi rakyat Vrindavana dari kemarahan
Dewa Indra.
Wahai orang yang dikasihi,
Mungkin aku tak pantas
mencintaimu. Kita berbeda keyakinan. Aku hanya gadis yang sangat bodoh.
Sebenarnya aku merasa tiada pantas sedikit pun menuliskan ini semua. Tapi rasa
hormat dan cintaku padamu yang tiap detik semakin membesar di dalam dada terus
memaksanya dan aku tiada mampu menahannya.
Wahai orang yang dikasihi,
Apakah aku salah menulis ini semua?
Segala yang saat ini menderu di dalam dada dan jiwa. Aku merasa kau datang
dengan seberkas cahaya kasih sayang. Belum pernah aku merasakan rasa cinta pada
seseorang sekuat rasa cintaku pada dirimu. Aku tidak ingin mengganggu dirimu
dengan kenistaan kata-kataku yang tertoreh dalam lembaran kertas ini. Jika ada yang
bernuansa dosa semoga Tuhan mengampuninya. Aku sudah siap seandainya aku harus
terbakar oleh panasnya api cinta yang pernah membakar Laila dan Majnun. Biarlah
aku jadi Laila yang mati karena korban cintanya. Biarlah aku menjadi Rahwana
yang harus terbunuh oleh pasukan Kera Putih Hanuman karena cintanya kepada Dewi
Sinta. Namun aku tidak mau kau seperti Majnun. Kau orang baik, orang baik
selalu disertai Tuhan.
Doakan Tuhan mengampuni diriku. Maafkan
atas kelancanganku.
Selamat malam,
Yang dirundung nestapa,
Alisha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar