Sabtu, 05 November 2016

Prosa_Menjemput Sang Mentari

 Menjemput Sang Mentari
Oleh: Kang Aswan


Gelap.
Hitam pekat suasana langit Singaraja.
Semilir angin membangunkan semangat untuk bertadabur.
Ku ikuti kaki melangkah.
Melangkah menuju tempat favorit ku.
Tempat yang damai untuk bertadabur.
Angin berhembus seakan-akan menemani dan mengantarkan langkah kaki ku.
Burung-burung gereja beramai-ramai mengikuti hembusan angin, riuh seakan-akan berdzikir kepada Allah.
Hari masih petang dan aku terus berjalan.
Berjalan menyusuri celah-celah kendaraan yang terparkir rapi.
Bungan-bunga yang masih segar menyambut ku dengan senyuman.
Ya. Bunga yang segar yang dipetik petani untuk diperjualbelikan.
Para manusia-manusia tangguh (kuli pasar) beramai-ramai mengangkat keranjang-keranjang sayuran dan buah-buahan demi sesuap nasi.
Aku terus berjalan.
Hingga sampailah aku ditempat yang kaki ku tuju.
Lagi-lagi di tempat ini aku menemukan ketenangan dari masalah-masalah duniawi.
Kedatangan ku telah disambut oleh ombak kecil yang berngulung-gulung seirama.
Suara yang nyaring dari mesin perahu para nelayan mengingatkan ku pada tanah kelahiran ku (Tuban).
Celotehan burung walet dan terpaan angin pantai membuat darahku berdesir, jantung berdetak teratur, dan seluruh tubuh ku terasa nyaman.
"Subakhannallah" tasbih yang tak henti-hentinya ku ucapkan, membuat hati dan pikiranku terasa nyaman.
Ikan-ikan kecil bergerombol seakan-akan mendengar lantunan-lantunan tasbih yang terus ku ucapkan.
Tak hanya tasbih.
Surat Al-Ikhlas pun terus aku panjatkan sampai tak terhitung oleh butiran-butiran tasbih yang aku bawa.
Aku terbuai oleh rangkaian-rangkaian ayat yang begitu indah.
Hingga aku melihat sinar terang, dari balik awan, sang mentari muncul dari ufuk timur.
Cahaya yang bersinar berkilau keemasan membuat mata ku tak berkedip.
Cahaya sang surya dipadu dengan birunya air laut "Subahannallah, Subahannallah, Subahannallah".
 
"Ya Allah. Ku jemput mentari pagi-Mu dengan tasbih".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar