Aku berjalan pelan kala itu.
Berjalan diatara hiruk pikuk
permasalahan .
Permasalahan itu bagaikan dadu yang
terperangkap dalam kaleng-kaleng bekas.
Aku menengok kekiri.
Samar-samar.
Itu anjing apa manusia?
Aku tidak terlalu peduli.
Namun, aku juga penasaran.
Aku tengok sekali lagi.
Masih samar.
Aku mendekat.
Aku terperanjat.
Ternyata itu manusia.
Tapi, kenapa ia telanjang?
Aku bertanya, “kenapa kamu telanjang?”
Ia menjawab, “aku tidak punya apa-apa
lagi, bahkan kemaluan pun aku sudah tidak punya.”
Aku tersenyum, sedikit memejamkan mata
lalu kubuka mataku dan..
Ia berubah menjadi anjing.
Kuperjelas pandangan.
Ya, ia benar-benar anjing.
Kata orang, anjing itu keturunan dewa.
Anjing itu merdeka.
Ia tidak takut dengan hukum.
Ia selalu telanjang dan tak ada
seorangpun yang berani melarangnya untuk tidak telanjang.
Itu memang benar-benar anjing.
Tapi, ia berpeci dan berdasi.
Apa benar ia anjing?
Ternyata aku salah.
Ia bukan anjing.
Sepertinya ia pejabat pemerintah.
Tak ada bedanya pejabat pemerintah
dengan anjing.
Anjing tidak punya malu, pejabat juga
tidak punya malu.
Anjing memakan bangkai, pejabat juga
banyak yang memakan bangkai.
Pejabat juga minum keringat rakyat.
Pejabat juga memakai pakaian rakyat.
Tapi, anjing berbeda dengan pejabat.
Kalau anjing setia dengan majikannya,
tapi kalau pejabat durhaka dengan majikannya.
Berarti, anjing lebih terhormst daripada
pejabat?
Aku lihat lagi, itu anjing.
Bukan! Itu pejabat.
Bukan juga!
Dan ternyata, itu pejabat yang membawa anjing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar